Pdt. Weinata Sairin: Meninggalkan Dunia Mewariskan Kebajikan

0
572

“Linquenda tellus, et domus, et placens uxor. Suatu saat kita harus meninggalkan dunia, rumah dan istri tersayang”

 

 

Dunia adalah bagian dari ciptaan. Dunia dijadikan Tuhan dalam waktu dan sejarah tertentu, sebab itu dunia adalah bagian dari “kefanaan” bukan sesuatu yang abadi; yang “eternal”. Dunia, manusia, seluruh ciptaan berada dalam posisi kefanaan, kesementaraan, dan bukan sesuatu yang abadi. Hidup manusia juga adalah fana, sementara. Manusia hidup dalam batas usia tertentu, yang Tuhan anugerahkan. Setiap orang memiliki batas usia sendiri-sendiri, yang jumlah atau angkanya tidak diketahui oleh setiap orang.

 

Manusia fana tinggal dan hidup di dunia fana, sesuai dengan jangka waktu yang Tuhan tetapkan secara definitif. Tak ada negosiasi tentang usia manusia, diperpendek atau diperpanjang. Usia yang Tuhan anugerahkan itu sifatnya pasti, tetap, *fixed* .

 

Selama rentang waktu menjalani usia di tengah dunia, maka manusia mesti berkarya, melakukan amal saleh, menabur dan menebar kebajikan, mengasihi sesama dan mengasihi Allah. Kesemua itu mesti dilakukan, “wajib hukumnya”  sebagai respons terhadap kasih setia Tuhan yang telah menganugerahkan kehidupan kepada manusia.

 

Dalam menghidupi kefanaan dunia dengan mengukir karya terbaik maka minimal ada lima hal mendasar yang harus menjadi referensi utama dan acuan dasar, yaitu  *nilai luhur agama*, *cinta kasih*, *rendah hati* , *kedermawanan* dan *optimisme*.

 

Sebagai warga bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila dan UUD NRI 1945, maka kita adalah umat yang beragama dan berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ada 6 agama yang kini bisa dilayani oleh Pemerintah, ada ratusan komunitas yang terhimpun dalam Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai agama dan Kepercayaan Kepada TYME sejatinya mesti kita aktualisasikan dalam kehidupan praktis dalam posisi apapun kita dan pada level manapun. Nilai dan ajaran agama menjadi pemandu dalam kita berprilaku baik dirumah maupun di kantor bahkan dimanapun. Tidak boleh terjadi ada semacam dikotomi antara keberagamaan kita pada saat kita mekakukan aktivitas agama dengan pada saat kita berada di kantor atau ditengah masyarakat. Nilai agama, kaidah moral dan etik agama mesti dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas kita di kantor, bahkan tugas dimanapun.

 

Agama, yang didalamnya manusia percaya kepada Yang Sakral, Yang Diatas amat fundamental bagi manusia fana. Seseorang yang secara sadar menolak eksistensi Tuhan, bisa saja pada momen-momen tertentu mengungkapkan sikap percaya kepada Tuhan. Orang besar model Voltaire, yang mengaku atheis suatu saat menyaksikan matahari terbit bersama seorang teman dekatnya. Pada waktu cahaya matahari memancar diatas horison di pagi jernih itu, Voltaire sang atheis itu amat mengejutkan sahabatnya sebab ia tiba-tiba berseru: “O Tuhan ! Aku memujamu!”.

 

Cinta kasih mesti dimiliki oleh seorang manusia dalam perjalanan ziarahnya ditengah dunia. Cinta bisa menginspirasi para pelukis dan penulis untuk berkarya dengan lebih baik. Energi cinta mendorong seseorang untuk menghadapi kehidupan lebih enjoy dan berani. Cinta menghadirkan suasana romantis, teduh dan damai, darinya mengalir keindahan dan kepuasan yang menenuhi jiwa. Produser Eddie Dowling bercerita bahwa ia memberikan tes yang sama kepada semua orang yang ia wawancara dalam rangka bermain dalam filmnya. Hanya dua hal kuminta dari mereka untuk membaca yaitu “Aku mencintaimu”dan “Aku percaya kepada Tuhan”. Bila mereka bisa membaca dua kalimat itu dengan baik maka merela kuterima main dalam filmku”.

 

Jika seluruh bumi dialiri oleh spirit dan nafas cinta kasih maka wajah dan sejarah dunia bisa sama sekali lain dari apa yang kita hadapi sekarang. Cinta kasih telah tergerus habis dari kedirian manusia. Manusia cenderung menjadi robot yang mendapat perintah dari the invicible power untuk membunuh, menganiaya, menembak, melakukan tindak kekerasan dan berbuat berbagai tindakan melawan hukum yang tidak memuliakan kehidupan.

 

Kelima aspek yaitu agama, cinta kasih, rendah hati, kedermawanan dan optimisme mesti diwujudkan dalam kehidupan manusia fana. Syukur jika selain lima aspek itu masih ada aspek lain yang bisa ditambahkan.

 

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini menegaskan bahwa suatu saat kita harus meninggalkan dunia, rumah dan istri tersayang. Kesadaran tentang hal itu amat penting agar kita tidak terjebak pada konflik, permusuhan dan pertikaian didunia seolah kita menjadi penghuni tetap dunia ini. Semua konflik dalam bentuk apapun, baik konflik dalam keluarga, jika ada, maupun konflik dalam lingkup yang lebih luas, pertikaian, dsb mesti diakhiri. Pada sisi lain kita semua terpanggil untuk mengukir karya terbaik selama berada didalam dunia sehingga kita bisa mewariskan hal positif sebelum kita meninggalkan dunia ini.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here