Gereja dan Demokrasi: Pesan kepada Pihak-Pihak Berkepentingan dengan Pemilihan Umum 2019.

0
434

Gereja dan Demokrasi: Pesan kepada Pihak-Pihak Berkepentingan dengan Pemilihan Umum 2019.)1

 

Oleh: Merphin Panjaitan.)2.

I. Pendahuluan.

Rakyat Indonesia sedang menghadapi Pemilihan Umum 2019; para calon sudah ditetapkan; kampanye sudah
dimulai; dan pada 17 April 2019 pemungutan suara dilaksanakan. Dalam Pemilihan Umum 2019 rakyat
Indonesia akan memilih Presiden/Wakil Presiden; memilih anggota DPR RI; memilih anggota DPD RI; dan memilih anggota DPRD. Sejak dimulainya kampanye, kita telah melihat dan mendengar hiruk pikuknya kampanye politik, baik kampanye yang menarik maupun yang membosankan. Semua calon merayu minta suara, baik dengan cara simpatik maupun cara aneh, tujuannya mendapat cukup suara agar terpilih. Kita warga gereja, sebagai bagian integral dari rakyat Indonesia juga ikut ambil bagian dalam perhelatan raya ini.

Semua kita akan ikut memilih; sebagian dari kita ikut sebagai calon; dan sebagian dari calon ini akan terpilih; tetapi belum ada orang Kristen Protestan yang menjadi calon Presiden/Wakil Presiden.

Organisasi dan warga gereja juga berkepentingan dengan Pemilu 2019; ada yang menyambutnya dengan semangat, tetapi ada juga yang sepi-sepi saja; dan barangkali ada juga yang tidak peduli. Saya ingin mengingatkan, bagaimanapun sikap kita, Pemilu 2019 tetap akan berlangsung, dan sangat menentukan bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Yang mau saya katakan adalah, akan lebih baik bagi masyarakat Kristen dan bagi bangsa ini, kalau organisasi dan warga gereja ikut berpartisipasi aktif, kreatif dan konstruktif.

Sama seperti yang lain, kita umat Kristen Protestan ikut mendirikan negara ini, kita juga ikut memilikinya; dan kita akan ikut senang ataupun susah, sesuai dengan kondisi negara ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah suka dan duka
kita semua. Masyarakat Kristen Protestan di Indonesia adalah bagian integral dari rakyat Indonesia, dan oleh karena itu
berkepentingan langsung untuk membuat kehidupan bersama di negara menjadi lebih baik. Kehidupan bersama yang memuliakan Tuhan, dan membawa damai sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali.

Seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Kristen Protestan, harus mau dan mampu berjuang bersama semua
komponen bangsa; menjawab tantangan bersama untuk kamajuan semua. Tantangan bangsa yang kita hadapi
cukup berat, yang membutuhkan jawaban setimpal, dan hasilnya nanti peradaban Indonesia, yaitu Peradaban Gotong-royong akan berkembang pesat dan akan membawa kemajuan bagi kehidupan bangsa Indonesia dan juga umat manusia.

Sehubungan dengan itu, semangat persaudaraan kebangsaan Indonesia harus terus dipelihara, termasuk dalam Pemilu 2019 ini, dan siapapun yang terpilih ataupun tidak terpilih, mereka semua
adalah saudara kita sebangsa dan setanah air. Dengan sedikit kecewa, saya melihat suatu paradoks dalam Pemilu 2019; pada waktu warga gereja yang menjadi calon sangat dinamis bergerak kesana-kemari; banyak organisasi gereja yang justru sepi-sepi saja, seolah-olah yang berkepentingan dengan Pemilihan Umum hanya
para calon, sementara organisasi gereja tidak merasa berkepentingan.

Tampaknya kita perlu juga mendiskusikan kondisi itu dalam kegiatan kita ini. Dalam makalah ini saya coba menulis tentang: apa yang sebaiknya dilakukan warga gereja sebagai pemilih; kebijakan apa yang perlu dijalankan oleh organisasi gereja, sebagai garam dan terang dunia, dalam Pemilu 2019 ini; dan bagaimana sebaiknya warga gereja yang menjadi calon melaksanakan kampanyenya.

II. Melayani Tuhan di Indonesia

Gereja adalah persekutuan orang percaya, umat pilihan yang dipanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Tuhan Yesus Kristus yang adalah terang dunia. Gereja terpanggil
memberitakan Injil Yesus Kristus kepada segala mahluk. Gereja menyebar luas ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia adalah buah dari pekabaran Injil
; dan pekabaran Injil adalah jawaban Gereja dan orang percaya terhadap panggilan Tuhan, untuk mengabarkan Injil Yesus Kristus kepada semua bangsa; mengajarkan perintah Tuhan kepada mereka; dan Tuhan akan selalu menyertai pelayanan ini hingga akhir zaman. Siapa
yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Para Pekabar
Injil mendapat kuasa, dan pekabaran Injil berlangsung sepanjang masa dan di segala tempat. Injil Yesus Kristus adalah kuat kuasa Tuhan yang menyelamatkan manusia citra Allah yang telah jatuh kedalam dosa, agar manusia mampu kembali menjalankan kehendak-Nya. Belajar, melayani dan kerja keras, membarui dunia ini menjadi damai, adil, sejahtera dan lestari. Gereja hadir di Indonesia bukan suatu kebetulan, tetapi sesuai dengan rencana Tuhan untuk kelimpahan berkat bagi Indonesia. Keberadaan Gereja di Indonesia sebagai alat Tuhan untuk menyatakan kasih-setia-Nya, yang menjamin kehidupan dan keselamatan manusia. Gereja di
Indonesia turut bertanggungjawab atas apa yang terjadi di sini, termasuk bertanggungjawab dalam memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Gereja tidak bisa menghindar dari tanggungjawab itu, karena warga gereja di Indonesia adalah bagian dari rakyat Indonesia.

Reformasi Protestan mencetuskan pemikiran kreatif ke dalam sejarah, dan berakibat besar dalam pembaruan dunia. Para reformator berpendapat bahwa panggilan sesungguhnya bagi orang Kristen adalah melayani Tuhan di dunia ini. Pelayanan Kristen adalah di kota, pasar dan dewan di dunia sekular, bukan isolasi
di dalam biara. Pemikiran ini adalah jawaban terhadap kehidupan kekristenan di Abad Pertengahan, yang
dicirikan memiliki sikap antisekular. Menganggap penghargaan terhadap kehidupan sekular sebagai
kebodohan spiritual, dan sikap ini berakibat selama Abad Pertengahan biara semakin menjauh dari masyarakatluas. Kaum biarawan menyatakan “kita adalah peziarah di dunia ini dalam perjalanan menuju sorga”.
Biarawan harus mencari kesunyian, bukan hanya dari dunia, tetapi juga dari manusia lain. Kudus di dunia ini,
dan keselamatan di dunia yang akan datang. Pemikiran seperti ini ditolak oleh para reformator, dan bersamaan
dengan Reformasi, pusat-pusat perkembangan pemikiran Kristen secara bertahap bergeser dari biara ke
tempat-tempat umum. Kota-kota besar di Eropa menjadi tempat kelahiran pemikiran baru Kristen. Pergeseran
ini terlihat dalam perubahan politis, sosial, ekonomis dan gerejawi, di pusat kebudayaan Barat modern.
Teologi Calvin mengungkapkan, bahwa pengenalan akan Allah Sang Pencipta tidak dapat dipisahkan dari pengenalan ciptaan. Orang Kristen diharapkan memperlihatkan penghargaan, keprihatinan dan komitmen pada dunia ini, sebagai bentuk kesetiaan dan cinta kasih kepada Allah. Dalam menghormati alam semesta sebagai ciptaan Allah, seseorang sedang menyembah Allah, bukan menyembah alam semesta. Orang Kristen dipanggil bekerja di dunia untuk menyelamatkan dunia. Komitmen pada dunia adalah aspek vital dari pelaksanaan ajaran Kristen Protestan tentang penyelamatan. Suatu ide yang diterima luas dalam Reformasi adalah bahwa orang Kristen dipanggil untuk melayani Allah di dunia. Ide ini dihubungkan dengan ajaran tentang imamat semua orang percaya, memberi motivasi bagi banyak orang untuk mengabdikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Para Reformator Protestan menentang pembedaan dalam Abad Pertengahan, antara “yang suci” dan “yang sekuler”. Semua orang Kristen adalah imam dan tugas panggilannya meluas sampai ke kehidupan dunia sehari-hari. Luther menyatakan pokok pikiran ini dengan tegas, “apa yang tampaknya merupakan pekerjaan sekuler, sebenarnya merupakan pujian kepada Allah dan memperlihatkan ketaatan kepada-Nya.4

Terjemahan Luther terhadap Alkitab ke dalam bahasa Jerman merupakan monumen bersinarnya budaya Barat modern. Luther menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman, dengan maksud agar setiap pembaca berbahasa Jerman
mendapat akses langsung ke sumber otoritas suci. Setiap orang Kristen dapat menafsirkan pernyataan-pernyataan dalam Alkitab bagi diri mereka. Luther, Zwingli, dan Calvin menggunakan hak ini dalam
merumuskan teologi mereka masing-masing.5

Pekabaran Injil di Indonesia telah berlangsung selama berabad-abad, dan hasilnya jutaan warga gereja yang berhimpun dalam ratusan organisasi gereja, tersebar di seluruh Indonesia. Kemajuan ini adalah berkat Tuhan untuk Indonesia, bangsa merdeka yang berhasil menyelenggarakan negara Republik Indonesia, suatu negara besar di Asia Tenggara. Negara kebangsaan yang demokratis, yang menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak kebebasan beragama. Warga masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pengikut
Yesus Kristus, pada awalnya terutama warga masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, yang jauh dari pusat-pusat peradaban, dan dari sana menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pemahaman Bersama Iman Kristen Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pasal 20 menyatakan bahwa Tuhan sendiri menempatkan
Gereja di Indonesia untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diyakini sebagai anugerah Tuhan.

Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia.6

Kehadiran gereja-gereja di Indonesia adalah hasil kerja para Penginjil yang diutus oleh berbagai lembaga
penginjilan di Eropa, yang dipercayai sebagai bagian dari rencana dan kerja Tuhan, seperti yang disaksikan
dalam Perjanjian Baru. Gereja bertugas menjalankan Pekabaran Injil, dan sebaliknya Pekabaran Injil mendirikan gereja. Pada 1860 Umat Kristen Protestan di Indonesia berjumlah antara 100.000- 120.000 orang, kurang dari 1 % penduduk Indonesia. Masyarakat Kristen Protestan pribumi di Indonesia telah hadir di Maluku, Minahasa, Sangir Talaud, dan NTT. Belum ada masyarakat Kristen pribumi di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan
Papua. Jumlah warga Kristen pribumi di masing-masing wilayah tersebut hanya ratusan orang. Tahun 1938 Kristen Protestan di Indonesia: 1.665.771 orang, sekitar 2,5 % penduduk Indonesia, dan tahun 2010 meningkat lagi menjadi sekitar 10 % dari penduduk Indonesia. Kristen Protestan di Jawa juga berkembang dengan cepat. A.Kruyt (di Mojowarno 1882-1916) menyatakan: Apabila waktu yang ditetapkan Tuhan telah tiba, maka
orang banyak bahkan para pembesar pun akan datang kepada Tuhan, lalu pulau Jawa akan memasuki masa
serba indah dan serba gemilang.7

III. Demokrasi dan Pemilihan Umum.

Demokrasi telah berlangsung cukup lama, dan dalam perjalanannya mengalami masa pasang-surut. Di Yunani kuno sekitar 2500 tahun yang lalu, demokrasi tumbuh dan berkembang, tetapi kemudian mati. Tahun 507 SM orang Athena menganut suatu pemerintahan demokrasi yang berlangsung sekitar dua abad lamanya, sampai pada akhirnya kota ini ditaklukkan oleh tetangganya di sebelah utara, yaitu Macedonia.8  Demokrasi tumbuh,
berkembang, mati dan kemudian tumbuh kembali. Pada abad ke-18, demokrasi muncul lagi di Eropa dan Amerika Serikat. Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis mempunyai andil yang besar dari munculnya kembali demokrasi. Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat memuat hak asasi manusia yang tidak dapat
dilepaskan dari manusia antara lain hak hidup, hak kebebasan dan hak untuk mengejar kebahagiaan, dan Revolusi Perancis dengan kredonya: liberte, egalite, fraternite.

Bagi Indonesia dan bagi banyak negara lainnya, demokrasi adalah pilihan, oleh karena demokrasi adalah tatanan kenegaraan yang paling sesuai dengan martabat manusia. Demokrasi menghormati dan menjamin
pemenuhan hak asasi manusia. Demokrasi mengakui bahwa manusia dilahirkan merdeka dengan martabat dan
hak yang sama. Tatanan pemerintahan negara yang lain tidak mengakui kesetaraan manusia, bahkan dengan
jelas menyatakan bahwa martabat manusia itu berbeda-beda. Ada manusia dengan martabat “tuan” dan ada
masyarakat biasa.“Tuan” mendapat tugas suci untuk memerintah, dan masyarakat biasa harus menerimanya dengan ucapan terima kasih. Aristokrasi menganggap yang layak memerintah adalah para bangsawan, dan yang lainnya harus patuh dan taat. Monarki absolut meyakini kebenaran bahwa raja dan keturunannya yang mendapat “tugas” memerintah, dan masyarakat luas harus mematuhinya.

Otokrasi adalah pemerintahan satu
orang kuat, yang biasanya harus bertindak kejam kepada orang-orang yang mengkritiknya. Seorang otokrat
memperlakukan orang yang berbeda pendapat sebagai musuh yang harus dibungkam, dipenjarakan atau
dibunuh. Tindakan kejam ini seringkali diberikan pembenaran ideologi atau cita-cita, dengan alasan semua yang dia lakukan ini semata-mata demi kepentingan rakyat. Seorang otokrat tidak membedakan kepentingan umum dengan kepentingan pribadi, karena semua kepentingan menjadi kepentingan pribadi. Oligarki adalah pemerintahan oleh sedikit elite politik, yang seringkali mengadakan kerjasama dengan elite lainnya, elite
bisnis atau bahkan elite agama.
Demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Rakyat mendirikan dan berdaulat atas negara, dan kepada negara diberi kepercayaan menjalankan kekuasaan untuk melayani rakyat. Demokrasi tidak berarti sempurna di dalam segala hal, dan tidak memberikan jaminan untuk kemakmuran bagi seluruh rakyat. Tetapi demokrasi membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk ikut dalam penyelenggaraan negara: memilih pejabat negara, menentukan kebijakan negara, dan mengawasi kerja para pejabat negara.
Kondisi ini dapat digunakan untuk menegakkan keadilan dan kemakmuran untuk semua. Kalau masyarakat
menilai kemiskinan ini suatu ketidakadilan, masyarakat berhak memperjuangkan penghapusannya. Mekanisme
demokrasi seperti ini akan membuat demokrasi selalu dapat membarui diri.
Demokrasi memberikan kesempatan perubahan, agar selalu dapat menjawab persoalan masyarakat yang
dari waktu ke waktu juga berubah, demi kemajuan bersama. Perubahan ini dimungkinkan oleh karena di dalam
demokrasi sendiri disediakan mekanisme perubahan. Tetapi perlu diingat, perubahan tetap dalam kerangka demokrasi, tidak berubah ke tatanan politik yang lain, karena demokrasi memang dibuat untuk tujuan tertentu dan dengan cara tertentu, yaitu demokrasi. Demokrasi dalam perjalanannya telah menghasilkan prinsip-prinsip demokrasi, dan penerapan prinsip-prinsip demokrasi akan menjadi jaminan bahwa perubahan tetap bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dalam negara demokrasi. Negara demokrasi berjalan mengikuti kehendak rakyat,karena rakyat berdaulat atas negara tersebut. Negara adalah alat milik rakyat dan berfungsi melayani rakyat seluruhnya. Oleh karena itu negara harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan rakyat. Dalam kondisi seperti ini,rakyat yang adalah persekutuan manusia menjalani kehidupan bersama dengan martabat yang sama, yaitu martabat manusia.

Demokrasi menjamin hak warganegara menjalankan partisipasi politik, yang dapat digunakan oleh semua kelompok masyarakat untuk memperjuangkan kepentingannya, sekaligus untuk .menghindarkan diri dari penindasan, baik yang datang dari negara ataupun dari kelompok masyarakat lainnya. Tanpa partisipasi politik yang efektif kepentingan suatu kelompok masyarakat sering diabaikan oleh negara; dan kemudian terjadi penindasan, yang dari waktu ke waktu semakin berat. Perkembangan demokrasi akan semakin baik kalau partisipasi politik masyarakat berlangsung luas dan meliputi semua kelompok masyarakat. Partisipasi
politik masyarakat adalah suatu bentuk mekanisme demokrasi yang dapat mencegah penindasan, dan oleh
karena itu memperkuat martabat manusia. Kesetaraan manusia juga berlaku dibidang ekonomi, sosial dan budaya. Semua warga masyarakat mempunyai hak dan peluang yang setara dalam bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya.

Republik Indonesia adalah negara kebangsaan. Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB bertempat di rumah Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur
56 (sekarang Gedung Perintis Kemerdekaan, di Jalan Proklamasi), oleh Sukarno dan Hatta, atas nama bangsa
Indonesia menyatakan: Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dll, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jauh sebelum itu, pada 26-28 Oktober 1928, di Jakarta, dalam Kongres Pemuda II, yang menggabung semua organisasi pemuda menjadi satu kekuatan nasional. Kongres ini membawa semangat
nasionalisme ke tingkat yang lebih tinggi. Semua utusan yang datang mengucapkan sumpah setia “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia”. Sumpah tersebut berbunyi sebagai berikut: 1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; 2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; 3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Dalam penutupan Kongres dinyanyikan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R.Supratman, dan bendera Merah Putih juga dikibarkan mengiringi lagu kebangsaan itu, sehingga tercipta
kesan yang mendalam bagi para peserta. Pembukaan UUD 1945.9
alinea pertama menyatakan: Bahwa
sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan. Republik Indonesia adalah negara demokrasi; pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 antara lain dinyatakan: …

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat….
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan negara yang paling bijaksana dan paling aman yang pernah
ditemukan manusia, karena demokrasi merefleksikan paradoks manusia. Di satu sisi demokrasi menjunjung tinggi martabat manusia citra Allah, dan oleh karena itu demokrasi menolak pemerintahan negara tanpa persetujuan dari rakyat. Tetapi di sisi lain demokrasi menyadari kecenderungan manusia berbuat buruk akibat dari kejatuhannya ke dalam dosa, dan oleh karena itu demokrasi menolak pemberian seluruh kekuasaan negara ke dalam tangan satu atau beberapa orang saja. Demokrasi menuntut dengan tegas pembagian kekuasaan negara, untuk melindungi manusia dari kecongkakan dan kebodohan mereka sendiri. Reinhold Niebuhr secara ringkas merumuskannya sebagai berikut: Kemampuan manusia berpikir dan berbuat adil, membuat demokrasi menjadi mungkin, dan kecenderungan manusia untuk berpikir dan bertindak tidak adil, membuat demokrasi
menjadi keharusan.10.

Demokrasi memperlihatkan pandangan alkitabiah, terutama dengan konsep Manusia citra Allah. Hal ini bisa dimengerti, karena persemaian demokrasi bertempat di Eropa yang Kristiani pada masa pasca Reformasi. Samuel P.Huntington dalam bukunya Gelombang Demokratisasi Ketiga menyatakan terdapat suatu korelasi yang kuat antara Protestantisme dengan demokrasi.11

Dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia ikut serta beberapa tokoh Kristen Protestan, antara lain: Mr. Johannes Latuharhary sebagai
anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Gubernur Maluku yang pertama; Mr. A.A.Maramis sebagai anggota BPUPKI; dan Dr. G.S.S.J.Ratu Langie sebagai anggota PPKI dan Gubernur Sulawesi yang pertama.

Pada tanggal 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan dalam Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, dan penghapusan tujuh kata dari sila pertama adalah hasil usaha para pejuang dari Indonesia Timur, banyak yang menyatakan orang tersebut adalah Ratu Langie. Hasilnya sila
pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Negara demokrasi diselenggarakan dengan dialog dan voting. Dialog tentang berbagai permasalahan bersama membutuhkan media massa. Media massa merupakan agen sosial dalam menjalankan fungsi pertukaran informasi dan sekaligus menyiapkan wilayah publik bagi perkembangan demokrasi. Dengan
kemerdekaan menyalurkan informasi, media massa melakukan fungsi kontrol terhadap perilaku negara, dan juga pasar. Kehadiran media massa, membuat negara dan pasar sadar, bahwa mereka diawasi oleh masyarakat, dan kondisi ini membuat negara dan pasar memperhatikan aspirasi masyarakat. Media massa juga berperan menjadi penyeimbang antara: pemerintah dan oposisi, eksekutif dan legislatif, kepentingan elite politik dan kepentingan massa, dan antar berbagai pihak yang berbeda kepentingan. Media massa
adalah tempat strategis untuk kebebasan berekspresi, tempat menyampaikan pemikiran dan gagasan tentang
kehidupan bersama yang lebih baik kepada masyarakat luas. Demokrasi menjamin kebebasan berekspresi dari semua warganegara, tanpa kecuali. Media massa memudahkan masyarakat mendapatkan informasi yang benar dari pemerintah dan pada saat yang sama juga menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Masyarakat
hanya mungkin mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan kalau ada kebebasan pers. Media massa juga
mempunyai fungsi investigatif dan informatif untuk melawan kecenderungan pemerintah merahasiakan berbagai hal dan memanipulasi fakta dari mesin hubungan masyarakat pemerintah. Kendali rakyat terhadap penyelenggaraan negara dapat dilakukan dengan penyampaian opini publik secara teratur melalui berbagai
macam media massa.

Penyelenggaraan negara berada dalam kendali rakyat, dan untuk itu kekuasaan negara harus dibatasi.Kekuasaan negara dibatasi oleh motivasi keberadaannya, yaitu melayani rakyat seluruhnya. Negara tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk mencampuri segala bidang kehidupan masyarakat. Negara tidak mempunyai legitimasi untuk mengurus segala-galanya. Negara yang mengurus segalanya adalah negara totaliter, yang merampas kebebasan dan menghambat kemajuan masyarakat. Kekuasaan negara memang dibutuhkan, antara lain untuk menegakkan keadilan, memelihara keamanan dan ketertiban. Tetapi kalau kekuasaan negara tidak terbatas, sejarah memperlihatkan negara tersebut dapat berubah menjadi “monster” yang menindas rakyat sipemilik negara. Negara juga harus membatasi kekuasaannya, karena masyarakat mempunyai kemampuan untuk melaksanakan berbagai fungsi kemasyarakatan, yang lebih baik kalau dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, tanpa intervensi negara. Masyarakat dan negara mempunyai fungsi masing-masing. Negara menjalankan fungsi yang tidak dapat dilakukan sendiri dengan baik oleh masyarakat.

Negara melengkapi, bukan menggantikan masyarakat. Negara membantu masyarakat dalam berbagai fungsi
yang tidak dapat dikerjakan sendiri dengan baik oleh mereka, negara subsidier terhadap masyarakat. Dari pemikiran ini terbentuklah salah satu prinsip negara demokrasi, yaitu prinsip subsidiaritas. Negara berfungsi membantu masyarakat, dan berbagai fungsi yang dapat dilaksanakan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu melakukannya. Kata“subsidiaritas” berasal dari kata Latin “subsidium” yang berarti
“bantuan, sokongan”.12

3.1.Partisipasi politik masyarakat.

Partisipasi politik adalah berbagai bentuk kegiatan warganegara biasa yang bertujuan untuk memilih dan atau
menjatuhkan pejabat negara, mempengaruhi pembuatan kebijakan negara dan mengawasi kerja pejabat negara.

Partisipasi politik bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisi atau spontan, berkelanjutan atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif, mendapat dukungan masyarakat luas atau tidak. Partisipasi politik dilaksanakan dalam berbagai bentuk, antara lain: pemberian
suara dalam pemilihan umum, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan menyelenggarakan berbagai kelompok kepentingan, komunikasi dengan pejabat negara, pengajuan petisi, demonstrasi, mogok dan pembangkangan sipil.

Demokrasi perwakilan tanpa partisipasi politik masyarakat yang efektif hanya akan
menghasilkan oligarki. Prinsip pemerintahan semua untuk semua dalam demokrasi perwakilan hanya akan
terwujud, kalau partisipasi politik masyarakat berlangsung luas dan mendalam. Dalam upaya meningkatkan
partisipasi politik masyarakat, negara harus menjamin kebebasan politik, termasuk kebebasan menyatakan
pendapat di depan umum dan kebebasan mendirikan dan mengelola partai politik.

3.2.Negara tidak menjadi baik dari dalam dirinya sendiri.

Pemerintahan negara tidak menjadi baik dari dalam dirinya sendiri, oleh karena: Pertama, Pemerintahan negara tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kehendak rakyat, kalau rakyat tidak menyatakannya. Agar pemerintahan negara dapat mengetahui kehendak rakyat, warganegara baik secara sendiri-sendiri maupun kelompok perlu menyatakan berbagai kepentingan mereka dengan jelas dan kuat;

Kedua, Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Dictum Lord Acton berbunyi: Power tends to corrupt, absolute
power corrupt absolutely. Pengalaman memperlihatkan, bahwa kekuasaan negara, kecil atau besar, tanpa pembatasan dan pengawasan yang ketat sering disalahgunakan oleh pemegang kekuasaan itu untuk kepentingannya sendiri atau kelompok. Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi politik masyarakat yang luas
dan kuat untuk mengawasi jalannya proses pemerintahan negara agar tidak disalahgunakan; Ketiga, Pejabat
negara adalah manusia biasa, yang sama seperti manusia lainnya mempunyai keinginan yang sering tidak terbatas.

Demokrasi menjamin hak warganegara menjalankan partisipasi politik, yang dapat digunakan oleh semua kelompok masyarakat untuk memperjuangkan kepentingannya, sekaligus untuk menghindarkan diri dari penindasan, baik yang datang dari negara ataupun dari kelompok masyarakat lainnya. Tanpa partisipasi politik yang efektif kepentingan suatu kelompok masyarakat sering diabaikan oleh negara, dan negara lebih memperhatikan kelompok lain. Tanpa disadari terjadi penindasan yang dari waktu ke waktu semakin berat.

Perkembangan demokrasi akan semakin baik kalau partisipasi politik masyarakat berlangsung luas, meliputi semua kelompok masyarakat dan efektif. Partisipasi politik masyarakat adalah suatu bentuk mekanisme demokrasi yang dapat mencegah penindasan dan oleh karena itu memperkuat martabat manusia. Sesuai
dengan pemikiran diatas, kalau dikehendaki pemerintahan negara, baik ditingkat nasional maupun daerah
bertindak adil, demokratis dan melayani rakyat, maka masyarakat harus mempengaruhi mereka dengan
partisipasi politik yang optimal.

3.3.Interaksi politik negara-masyarakat.

Dalam negara demokrasi terjadi interaksi politik antara masyarakat dan negara; dan dalam interaksi ini, kedua belah pihak sama-sama mengunakan kekuasaan politik. Kedalam kekuasaan politik termasuk pembangkangan sipil, yang adalah salah satu bentuk kekuasaan politik yang digunakan masyarakat melawan negara, misalnya untuk menuntut penghapusan suatu peraturan perundangan yang diskriminatif dan atau tidak adil. Karena manusia punya kecenderungan berkelompok, dan juga akan lebih kuat bagi warganegara kalau berinteraksi dengan negara secara bersama-sama maka yang terlihat adalah interaksi politik antara masyarakat dengan
negara. Berbagai kelompok masyarakat yang kepentingannya tidak selalu sama, berusaha menawarkan kepentingan dan pemikirannya untuk dijadikan kebijakan negara. Interaksi politik negara-masyarakat bertujuan: Pertama, Digunakan oleh negara untuk menjalankan keputusannya, sosialisasi peraturan perundang-undangan dan berbagai kebijakan publik, dan untuk menyampaikan berbagai hal yang menurut negara perlu diketahui oleh masyarakat; Kedua, Digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknya menjadi kebijakan negara; Ketiga, Interaksi ini adalah sebagian dari cara rakyat mengendalikan negara.

Interaksi politik negara-masyarakat membutuhkan kondisi: Pertama, Negara dan masyarakat, mengetahui fungsi dari kedua pihak, dan tidak mengambil alih fungsi pihak lain. Negara mempunyai fungsi tertentu dengan kekuasaan yang terbatas, demikian pula masyarakat mempunyai fungsi kemasyarakatan.
Negara tidak boleh mengintervensi semua kegiatan masyarakat, dan masyarakat patuh pada keputusan negara;
Kedua, Negara dan masyarakat saling menghormati otonomi masing-masing. Negara memiliki otonomi dalam
menjalankan keputusannya, demikian pula masyarakat mempunyai otonomi dalam menjalankan fungsinya;
Ketiga, Interaksi politik berlangsung demokratis, damai, dialogal, seimbang, adil dan saling mempercayai;
Keempat, Negara tidak menghambat masyarakat menjalankan fungsinya, demikian pula sebaliknya; Kelima,
Masyarakat harus kritis terhadap negara, karena negara adalah pelembagaan kekuasaan, dan sekecil apapun
kekuasaan, cenderung disalahgunakan; Keenam Semua perselisihan antara masyarakat dan negara diselesaikan
dengan damai,demokratis dan adil; Ketujuh, Dalam berinteraksi dengan masyarakat, juga berlangsung
interaksi antar berbagai lembaga negara, terutama lembaga negara trias politika, yang demokratis, seimbang, saling mempercayai dalam semangat persaudraan. Demikian pula, dalam berinteraksi dengan negara terjadi
juga interaksi antar berbagai kelompok masyarakat secara demokratis, damai, adil, saling mempercayai, saling menghormati, dan dijiwai semangat persaudaraan.
Interaksi politik negara-masyarakat seperti di atas akan membawa kestabilan negara dan kemajuan masyarakat. Masyarakat mempunyai pengaruh yang efektif dalam proses penyelenggaraan negara, sedangkan negara dapat melayani dan mengatur masyarakat secara optimal. Masyarakat menjadi lebih dinamis,
kreativitas invidu berkembang, hubungan antar kelompok masyarakat harmonis, negara menjadi lebih demokratis, adil dan maju. Rakyat berdaulat atas negara, dan oleh karena itu rakyat harus mengendalikan negara.

3.4.Pemilihan Umum.

Demokrasi berangkat dari asumsi, bahwa semua warganegara dewasa mampu ikut serta mengurus negara, sebagaimana mereka mampu mengurus dirnya sendiri. Dalam negara demokrasi, pemerintahan berlangsung atas persetujuan dari yang diperintah. Penyelenggara negara, khususnya pimpinan eksekutif dan anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum. Rakyat paling mengetahui tentang siapa yang
layak menjadi penyelenggara negara. Pemilihan umum yang demokratis adalah pemilihan umum yang bebas, adil, kompetitif, dan berkala. Pemilihan Umum adalah suatu prosedur demokrasi dengan berbagai fungsi yang saling terkait, antara lain: fungsi legitimasi politik, melalui pemilihan umum keabsahan penyelenggara negara ditegakkan, begitu pula kebijakan dan program yang dihasilkannya; fungsi
pemilihan/penentuan penyelenggara negara, baik eksekutif maupan legislatif langsung oleh rakyat siempunya kedaulatan atas negara; fungsi mekanisme sirkulasi elite politik yang berlangsung secara damai; fungsi penjatuhan sanksi politik oleh rakyat kepada penyelenggara negara yang gagal dalam menjalankan
tugasnya dengan tidak memilihnya kembali dalam pemilihan umum; fungsi pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka dan massal.

Mempelajari fungsi diatas, pemilihan umum sangat strategis dalam penyelenggaraan suatu negara
demokrasi. Banyak pakar berpendapat bahwa suatu negara dapat dikatakan demokrasi kalau di negara
tersebut dilaksanakan pemilihan umum yang bebas,adil,kompetitif dan berkala.

Melalui pemilihan umum
demokratis, yang diikuti oleh warganegara dengan kesadaran dan pengetahuan demokrasi yang cukup, baik sebagai calon maupun sebagai pemilih, dapat diharapkan akan terpilih calon yang demokratis, mampu, adil, rendah hati dan melayani.

Dalam Pemilihan Umum 2019 akan dipilih anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota dan Presiden serta Wakil Presiden untuk masa jabatan 2019-2024.

Sebagai warganegara kita perlu ikut serta mensukseskan Pemilihan Umum 2019, baik sebagai calon dan ataupun sebagai pemilih. Keikutsertaan ini akan meningkatkan kualitas Pemilihan Umum, yang akan terlihat dari proses dan hasilnya. Baik para calon maupun pemilih bergerak bersama; dimulai dengan identifikasi
berbagai permasalahan bangsa yang paling besar pengaruhnya dalam membuat penderitaan rakyat, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun agenda politik menjawab permasalahan tersebut untuk lima tahun kedepan. Tentu akan terjadi berbagai perbedaan pendapat di dalam masyarakat kita yang sngat majemuk ini, tetapi melalui dialog yang demokratis, seimbang dan saling mempercayai, diharapkan akan terjadi
kristalisasi pemikiran. Kondisi ini akan memudahkan pemilih menentukan pilihan pada waktu pemungutan suara.

Berbagai permasalahan bangsa menghadang di depan, antara lain: korupsi, ketidak-adilan, diskriminasi, terorisme, pengabaian warga miskin dan lemah, kerusakan lingkungan hidup, dan berbagai
permasalahan lainnya.

Partisipasi warga gereja dalam Pemilihan Umum 2019: Pertama, Warga gereja mengikuti Pemilihan Umum, baik sebagai pemilih dan atau sebagai calon; Kedua, Warga gereja yang berminat menjadi calon
sebaiknya mempersiapkan diri sejak jauh hari agar siap menghadapi pemilihan, siap bertugas setelah terpilih, dan juga siap menerima kekalahan. Persiapan ini juga diperlukan agar dikenal oleh masyarakat luas, terutama oleh warga gereja.

Perkenalan ini bukan hanya tentang nama dan alamat,tetapi tentang pengalaman,
pemikiran dan gagasan yang akan diperjuangkan kemudian. Demokrasi adalah pemerintahan untuk pertanggungjawaban, dan oleh karena itu penyelenggara negara sebaiknya adalah warganegara yang telah dikenal masyarakat sejak jauh hari, tentang kemampuannya, perilaku dan visi. Calon yang diskriminatif seharusnya tidak dipilih; Ketiga, Sebagai pemilih,warga gereja sebaiknya berperan dalam menentukan calon mana yang akan dimenangkan, baik dalam pemilihan anggota legislatif ataupun pemilihan pimpinan eksekutif. Calon yang terpilih sebaiknya warganegara yang mampu melayani seluruh rakyat, demokratis, menghormati hak asasi manusia, tidak diskriminatif, mengakui dan menerima keanekaragaman penduduk,
menghargai hak kebebasan termasuk kebebasan beragama, pekerja keras dan rendah hati; Keempat, Suara
yang ada sebaiknya tidak terpecah-belah.

IV. Politik Indonesia 2018 dan proyeksi 2060.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi politik warga gereja dalam di Indonesia, perlu digambarkan kondisi politik Indonesia pada tahun 2018 ini, dan kemudian dibuat juga proyeksi politik pada tahun 2060. Warga gereja di Indonesia adalah warga negara Indonesia; yang lahir, hidup dan mati di Indonesia; yang nasibnya
banyak ditentukan oleh kondisi masyarakat dan negara Indonesia. Warga gereja di Indonesia, walaupun sering merasa teraniaya harus tetap hidup dan berjuang sebagai bagian integral bangsa Indonesia. Berjuang di semua bidang kehidupan: politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta agama dan kepercayaan.

Warga gereja di Indonesia adalah juga warganegara Indonesia, memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab yang sama dengan yang lain. Tuhan menempatkan Gereja di Indonesia dengan sengaja, untuk kemuliaan Tuhan dan damai sejahtera Indonesia.

Sekarang ini masyarakat kita lebih mengedepankan status ketimbang prestasi. Pangkat dan jabatan; gelar
akademik dan gelar lainnya; dan harta benda adalah simbol status. Walaupun Jakarta telah dikepung oleh kemacetan lalulintas, keluar rumah harus dengan mobil pribadi, karena mobil pribadi lenih berfungsi sebagai simbol status ketimbang alat transportasi. Gelar pendidikan dipajang berderet-deret, tetapi pada waktu yang sama prestasi kerja dianggap tidak penting. Jabatan politik diburu, kalau perlu dengan menuang banyak uang; dan kalau sudah didapat tidak digunakan untuk melayani rakyat, tetapi digunakan untuk menumpuk kekayaan yang kemudian akan digunakan untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi; karena jabatan itu bukan untuk kebaikan bersama, tetapi untuk meningkatkan statusnya. Status sosial adalah segala-galanya; prestasi kerja tak punya makna; pola pikir dan perilaku seperti ini sayangnya mendapat pembenaran dari masyarakat.

Emosi dipupuk dan rasio dikubur, dan dalam interaksi dengan warga masyarakat yang berbeda, terutama yang berbeda agama, kebencian dan permusuhan dikobarkan; dan bersamaan dengan itu persaudaraan kebangsaaan Indonesia dilupakan. Pola pikir dan perilaku ini membuat kita sulit maju dan sering kalah dalam persaingan global. Kita sering konflik dengan sesama warga bangsa, dan tidak punya waktu dan tenaga untuk memperkuat daya saing nasional; dan sering lupa dengan kehormatan bangsa.

Reformasi Politik di Indonesia adalah perubahan politik dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokrasi, dan berlangsung sejak pemerintahan Presiden Habibie. Reformasi dimulai dengan memperbarui struktur dan prosedur politik untuk mewujudkan tatanan kenegaraan yang demokratis, adil dan manusiawi.
Undang-Undang politik dibuat menjadi demokratis; kebebasan politik dibuka; kebebasan pers dijamin dan media massa berkembang pesat; partisipasi politik masyarakat meningkat. Hak-hak politik warganegara dipulihkan; tahanan politik dibebaskan; dan partai politik bertumbuh dengan pesat. Pemilihan Umum dipercepat menjadi tahun 1999, dan percepatan pemilihan umum ini memperlihatkan bahwa rakyat tidak mempercayai lembaga-lembaga negara hasil Pemilihan Umum 1997. Sejak Reformasi Politik Pemilihan
Umum berlangsung damai, demokratis, bebas, dan adil; pemilihan Presiden dan pemilihan kepala daerah telah
memperlihatkan kekuatan rakyat, dengan terpilihnya banyak calon yang dekat dengan rakyat dan dipercaya.
Kata kunci bagi keterpilihan seorang calon pimpinan eksekutif adalah kepercayaan rakyat; dan hal ini terbukti dengan terpilihnya Joko Widodo menjadi Gubernur DKI Jakarta, dan kemudian terpilih menjadi Presiden RI.

Selanjutnya dalam Pemilihan Umum 2019, Pemilhan Presiden dan pemilihan anggota legislatif akan berlangsung pada hari yang sama, yaitu pada 17 April 2019.
Reformasi Politik telah mempunyai dasar yang jelas dalam UUD 1945 yang dari tahun 1999 sampai dengan 2002 telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan UUD 1945 telah membawa banyak kemajuan dibidang politik, antara lain: konstitusi menjamin pemenuhan martabat manusia serta hak-hak politik dan kebebasan sipil; kebebasan pers; pemilihan umum yang adil, bebas dan demokratis; Presiden, gubernur, bupati, walikota, dan semua anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum; militer mundur dari politik; dan masa jabatan Presiden dibatasi.13

Menurut Jakob Tobing, Wakil Ketua PAH
III BP MPR (1999 – 2000) dan Ketua PAH I BP MPR (2000 – 2002), setelah Perubahan UUD 1945 Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Kebebasan berpendapat, HAM, supremasi hukum dan sistem politik checks and balances telah dimeteraikan.14

Ditinjau dari perspektif peradaban, revolusi politik di Indonesia telah berhasil mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka; yang mendirikan dan menyelenggarakan suatu negara kebangsaan, yaitu Republik Indonesia yang
demokrasi15, damai dan stabil; dan kemajuan ini adalah suatu prestasi besar yang belum dapat diwujudkan oleh
banyak negara di bumi ini.

Proyeksi politik Indonesia 2060, demokrasi di Indonesia akan semakin mantap; jumlah partai politik akan berkurang menjadi 2 sd 4 partai dengan pelayanan yang semakin merakyat; para politisi semakin cerdas
dengan kinerja politik semakin baik; mekanisme checks and balances semakin jelas; dialog politik dan partisipasi politik masyarakat meningkat kualitasnya; politisasi agama berkurang; anggota TNI dan Polisi memperoleh hak memilih; sentimen premordial di bidang politik berkurang dan pilihan politik lebih
berdasarkan prestasi kerja para calon. Pemilihan Umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu Pemilihan Umum
Nasional untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, anggota DPR RI dan DPD RI; dan Pemilihan Umum Lokal untuk memilih Kepala Daerah dan anggota DPRD; dan kedua Pemilihan Umum ini dilaksanakan pada waktu yang berbeda.

Proyeksi politik Indonesia 2060 ini akan terwujud kalau terjadi perubahan mendasar dalam pola pikir dan
perilaku masyarakat Indonesia, dari masyarakat emosional berorientasi status menjadi masyarakat rasional
berorientasi prestasi. Dan untuk mewujudkan perubahan seperti ini, Indonesia masih membutuhkan beberapa
revolusi lagi, yaitu Revolusi Ilmiah, Revolusi Industri, dan Revolusi Kesadaran Kedua. Kalau pada Revolusi Kesadaran Pertama yang terjadi pada awal kemunculan manusia sekitar 2 juta tahun lalu16, manusia menyadari bahwa mereka berbeda dari ciptaan lainnya, berbeda dari hewan, tumbuhan dan yang lainnya; maka dalam Revolusi Kesadaran Kedua yang terjadi sejak puluhan tahun lalu, manusia menyadari bahwa mereka adalah
bagian integral dari ciptaan. Manusia memang berbeda dari hewan, tumbuhan dan ciptaan lainnya; tetapi kehidupan manusia sangat tergantung pada kelestarian hewan, tumbuhan dan ciptaan lainnya itu. Manusia hidup membutuhkan makanan, air dan udara, dan pertumbuhan manusia yang sangat pesat sejak Revolusi
Industri telah merusak lingkungan hidupnya, yang ternyata mengancam keberadaan manusia itu sendiri.
Revolusi Kesadaran Kedua mengingatkan manusia akan kodratnya sebagai ciptaan, yang walaupun manusia bisa menjadi sangat pintar dengan teknologi yang sangat canggih, manusia tetap saja suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan lainnya, yang untuk bertahan hidup membutuhkan kehadiran ciptaan lainnya. Manusia tidak
bisa hidup sendiri, baik 2 juta tahun yang lalu, kini, ataupun 2 juta tahun mendatang. Tampaknya, pada hari-hari mendatang ini kita sangat membutuhkan pengembangan dan penerapan teologi persaudaraan sesama ciptaan; dan ini menjadi tugas tambahan bagi para teolog.

V.Pesan-pesan pembaruan.

Pesan ini disampaikan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan Pemilu 2019, yaitu kepada pemilih, para calon, dan pimpinan organisasi gereja, yang hari ini sebagian ada di ruangan ini. Pemilihan Umum adalah satu-satunya mekanisme demokrasi langsung di Indonesia; penerapan prinsip pemerintahan negara atas persetujuan rakyat; seseorang warganegara boleh ikut memerintah di negara ini setelah mendapat persetujuan
dari rakyat. Dan oleh karena itu ikut menjadi calon dalam Pemilihan Umum 2019 adalah suatu kehormatan,
terpilih ataupun tidak. Kita sering melupakan ini, dan saya ingin mengingatkan kembali. kita adalah
warganegara terhormat karena semua warganegara adalah terhormat; semua warganegara ikut menjadi pemilik
negara, dan oleh marilah kita hadapi Pemilu 2019 secara terhormat, baik sebagai pemilih; atau sebagai calon;
ataupun sebagai pimpinan organisasi gereja.

5.1.Kepada pemilih.

Demokrasi didirikan di atas nilai kesetaraan dan kemerdekaan, yakni semua manusia lahir merdeka dan memiliki martabat dan hak yang sama. Kesetaraan manusia juga berakibat pengaturan tentang hubungan antar manusia harus ditetapkan bersama-sama dan diberlakukan terhadap semua warganegara tanpa kecuali. Logika
kesetaraan menuntut perlakuan yang sama terhadap semua pandangan dan pemikiran warganegara dalam penentuan kebijakan publik, dan perlakuan yang sama dalam memperjuangkan kepentingannya. Tidak ada yang diabaikan dan tidak ada yang diistimewakan; semua setara sebagai manusia dan sebagai warganegara.
Setiap warganegara harus dianggap lebih mengetahui kepentingannya dibanding dengan pihak manapun; semua warganegara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam pembuatan kebijakan publik; dan dalam mengawasi dan menilai penyelenggaraan negara. Semakin banyak warganegara yang ikut dalam proses penyelenggaraan negara, semakin kuat kesesuaian antara kebijakan negara dengan kehendak rakyat.
Bagaimanapun, kebijakan negara yang disusun berdasarkan tuntutan masyarakat luas akan lebih mendekati kehendak rakyat daripada disusun berdasarkan keinginan sedikit orang. Kesetaraan manusia tetap
membutuhkan pemimpin untuk memerintah, tetapi mereka dipilih oleh yang diperintah dari antara mereka
sendiri. Penyelenggara negara, khususnya pimpinan eksekutif dan anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat dalam Pemilihan Umum.

Tatanan pemerintahan negara yang demokratis akan didukung oleh warganegara dengan kepribadian
demokratis, yaitu kepribadian yang matang dalam berpikir, emosi dan intelektual.17 Warga gereja juga ikut aktif dalam proses konsolidasi demokrasi yang sedang berjalan, agar demokrasi yang mantap lebih cepat terwujud, karena tatanan negara yang sesuai dengan martabat manusia hanya demokrasi. Demokrasi adalah pemerintahan negara untuk pertanggungjawaban, dan masyarakat luas ikut dalam proses pengambilan
keputusan kenegaraan. Warga gereja perlu terlebih dahulu mendemokratisasikan dirinya, sebelum berjuang mewujudkan demokrasi dalam kehidupan kenegaraan. Kepribadian demokratis dikembangkan di kalangan masyarakat luas, dari hari ke hari semakin luas dan mendalam, hingga terwujud budaya demokrasi. Proses
ini membutuhkan waktu yang lama, tetapi harus berjalan, agar konsolidasi demokrasi berhasil. Ukuran waktunya bukan tahun, tetapi generasi, dari generasi yang satu berlanjut ke generasi berikutnya. Kepribadian demokratis dapat terbentuk kalau kepada orang tersebut diberikan kebebasan untuk memilih dan mungkin
saja melakukan kesalahan. Seseorang tumbuh, belajar membuat pilihan-pilihan dan sekali-kali membuat pilihan yang salah.

[12/23, 11:47 AM] Hotben Lingga: 13
Bersamaan dengan tuntutan masyarakat agar negara dikelola secara demokratis, masyarakat harus
mendemokratisasikan dirinya sendiri, dan untuk itu dibutuhkan pendidikan demokrasi. Pendidikan
demokrasi bertujuan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan warganegara tentang demokrasi:apa yang
dimaksud dengan demokrasi; mengapa memilih demokrasi dan bagaimana demokrasi di jalankan.
Pendidikan demokrasi mempercepat proses pegembangan kepribadian demokrasi dikalangan peserta dan
selanjutnya mengarah ke pemantapan budaya demokrasi dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Kepribadian demokratis perlu segera dikembangkan di kalangan masyarakat luas, dari hari ke hari semakin
luas dan mendalam, hingga terwujud budaya demokrasi. Proses ini membutuhkan waktu yang lama, tetapi
harus berjalan, agar konsolidasi demokrasi berhasil. Ukuran waktunya bukan tahun, tetapi generasi, dari
generasi yang satu berlanjut ke generasi berikutnya. Orang dewasa yang sudah matang ini mandiri dalam
berpikir, emosi dan intelektual, dapat mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Mereka
berani mengambil keputusan sendiri dan berani memikul tanggung jawab.
Kepribadian demokratis dapat terbentuk kalau kepada orang tersebut diberikan kebebasan untuk
memilih dan mungkin saja melakukan kesalahan. Seorang tumbuh, belajar membuat pilihan-pilihan dan
sekali-kali membuat pilihan yang salah. Kepribadian demokratis lebih mengutamakan kelompok ketimbang
pemimpin; lebih toleran dan dapat menerima perbedaan sebagai sesuatu yang sehat dan wajar; dan lebih
mudah bekerjasama dengan orang lain. Kepribadian otoriter menampilkan orang dewasa yang tidak matang;
dewasa dalam umur tetapi kekanak-kanakan; sangat tergantung kepada pihak lain; dan mengutamakan
pemimpin kharismatik yang akan dijadikan “gantungan”. Kepribadian otoriter memandang pemimpin
negara dengan campuran antara rasa hormat dan kesetiaan, seperti yang pada mulanya ditujukan kepada
ayahnya. Orang-orang ini mengangap kepala negara sebagai “bapak bangsa”. Kepribadian otoriter kurang
toleran; tidak mudah menerima perbedaan pendapat; dan lebih menyukai kepatuhan dan keseragaman.
Seseorang dengan kepribadian demokratis kalau menjadi pemimpin, biasanya akan menjadi pemimpin yang
demokratis; sebaliknya seseorang dengan kepribadian otoriter akan menjadi pemimpin yang otoriter pula.
Baik kepribadian demokratis maupun kepribadian otoriter tumbuh dan berkembang dari hasil belajar.
Pendidikan otoritarian cenderung mengajarkan tentang “apa”; pendidikan demokrasi mengajarkan tentang
“mengapa” dan “bagaimana”, yang akan menghasilkan orang-orang yang kritis dan kreatif. Perbedaan
pendapat tentang berbagai pikiran, diselesaikan dengan dialog dan debat yang tetap menjamin kebebasan
setiap peserta untuk membela pendapatnya. Kesadaran dan sikap seperti diatas akan menumbuh-
kembangkan sikap toleransi terhadap berbagai perbedaan yang terjadi di masyarakat. Toleransi adalah sikap
menghormati kebebasan orang lain; dan mengakui hak menentukan sendiri yang dimiliki orang lain.
Toleransi dibutuhkan oleh karena disadari tidak ada manusia yang mempunyai kebenaran mutlak dan
berlaku sepanjang masa.
Warga gereja sebagai pemilih seharusnya aktif dalam Pemilu 2019 ini; aktif mencari informasi tentang
proses Pemilihan Umum; aktif mencari infomasi tentang para calon; aktif dalam kampanye mendukung dan
memperjuangkan calon yang layak terpilih; dan aktif memelihara Pemilu ini agar tetap berjalan damai, adil
dan demokratis. Pilpres kali ini hanya diikuti oleh dua pasangan calon, dan Pilpres akan selesai dalam satu
putaran.. Masa jabatan Presiden/Wakil Presiden dibuat paling banyak dua kali, dengan maksud agar seseorang
tidak terlalu lama menjadi Presiden atau Wakil Presiden; tetapi juga agar ada cukup waktu bagi seorang
Presiden bekerja, yaitu 10 tahun. Oleh karena itu, biasanya rakyat akan memilih kembali seorang calon
petahana, kalau dalam masa jabatan pertama petahana tersebut telah bekerja dengan baik, walaupun hasilnya
belum banyak. Permasalahan yang dihadapi negara sangat banyak, dan sulit diharapkan seorang Presiden
dapat menyelesaikan semua permasalah bangsa dalam 5 tahun. Tetapi kalau dalam masa jabatan pertama
rakyat menilai gagal, rakyat akan menjatuhkan pilihan kepada pasangan calon yang lain. Calon petahana
dinilai dari masa jabatan pertama; calon yang lain dinilai dari rekam jejak dan agenda politiknya. Pilpres kali
ini membuat pemilih Kristen menjadi lebih mudah, karena dari keempat calon tidak seorangpun beragama Kristen,  faktor agama kurang berpengaruh, tetapi faktor lain seperti ideologi, rekam jejak calon, dan agenda politiknya akan lebih berpengaruh. Dari sisi itu, kondisi ini bisa disebut sebagai berkat terselubung.

Menurut pengamatan saya dalam Pilpres 2019 ini, perolehan suara dari kelompok mayoritas akan berimbang, dan oleh karena itu suara minoritas agama akan menentukan siapa yang akan terpilih. Peranan suara masyarakat Kristen menjadi sangat menentukan walaupun jumlahnya tidak banyak, dan oleh karena itu
gunakan suara tersebut dengan cerdas. Sebaiknya saudara memilih calon yang mampu dan mau melayani rakyat Indonesia seluruhnya; dan tidak membeda-bedakan rakyat atas dasar agama, suku, ras dan golongan.

Membagi sama suara kepada kedua pasangan akan membuat suara tersebut tidak berpengaruh. Kali ini saudara
tidak akan menjadi Presiden, tetapi kalau mampu bertindak cerdas, saudara yang menentukan siapa yang akan terpilih menjadi Presiden. Walaupun saya tidak menyampaikannya secara terang benderang, tetapi saudara mengerti apa yang saya maksud, dan sekarang giliran saudara menindak-lanjutinya. Tampaknya ideologi calon Presiden dan para pendukungnya akan menjadi faktor penting dalam mejatuhkan pilihan; dan faktor agama calon tidak banyak berpengaruh, karena semua calon menganut agama yang sama.

5.2.Kepada para calon.

Dalam kampanye, para calon yang adalah warga gereja sekaligus warganegara Indonesia berjuang sebagai “Garam dan Terang Dunia” untuk mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaaan. Menyuarakan damai sejahtera Tuhan dalam pemikiran dan agenda politik yang ditawarkan kepada pemilih; memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; membarui masyarakat dan negara; mencegah pembusukan di tengah masyarakat dan menggantikan kegelapan dengan terang. Para calon adalah pekerja keras yang melayani rakyat, dan hal ini harus terlihat dalam kehadirannya di tengah masyarakat, baik sebagai warga masyarakat maupun sebagai calon anggota legislatif. Berjuang melawan banyak kebohongan dan ketidakadilan yang sedang meracuni bangsa dan dunia; melawan kemalasan dan pesimisme yang memenjarakan bangsa ini; membongkar kebiasaan lama yang busuk dan gelap, dan menggantikannya dengan terang yang membuat manusia mampu melepaskan diri dari egosentrisme, hedonisme, ketidakadilan dan keserakahan.

Warga gereja yang telah ditetapkan menjadi calon anggota DPR RI dan anggota DPRD DKI Jakarta, tampaknya perlu kerja keras, kerja cerdas, dan sikap arif bijaksana. Belakangan ini terasa ada gerakan di tengah masyarakat yang mendorong agar suara diberikan kepada calon yang seagama. Sikap politik seperti ini kurang baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia; dan juga kurang baik bagi masyarakat dan negara,
karena prestasi dan rekam jejak si calon menjadi kurang berpengaruh. Para calon perlu kerja keras untuk memperoleh suara dari banyak kalangan, tentu juga dari kalangan sendiri. Dan akan lebih baik kalau suara dari kalangan sendiri tidak dibagi rata, karena pembagian merata akan membuat semua calon memperoleh sedikit suara dan tidak cukup untuk memperoleh kursi dari perolehan partainya. Kalau biasanya kita berbicara bahwa keadilan adalah pemerataan, maka kali ini saya ingin katakan pemerataan suara akan membuat semua calon
sama-sama tidak mendapat apa-apa. Para calon dari daerah pemilihan Jakarta Timur yang jumlahnya banyak ini, tampaknya akan lebih sulit lagi, dan dari mereka semua dibutuhkan kecerdasan dan kearifan ekstra, agar bisa didapat kursi yang memadai. Jangan sampai kita jadi bahan tertawaan orang dan atau tertawaan kita sendiri; karena di daerah pemilihan yang banyak suara kita justru memperoleh terlalu sedikit. Saya sudah tidak
mampu berbicara lebih gamblang lagi, karena bisa banyak yang tersinggung dan sakit hati, dan saya belum siap untuk itu. Tetapi walaupun saya berbicara kurang terbuka, saya harap saudara mengerti apa yang saya maksud, dan siap bertindak.
Kepada para calon, secara khusus saya berpesan, berjuanglah sekuat tenaga, tidak berlebihan; siap untuk terpilih, dan juga siap untuk tidak terpilih. Kalau terpilih lanjutkan perjuangan di lembaga perwakilan rakyat, tetapi kalau tidak terpilih jangan kecewa berkepanjangan, karena perjuangan harus terus berlangsung. Bagi
seorang politisi, terpilih adalah berkat dan tidak terpilih adalah berkat terselubung.

Kalau tahun 2019 tidak terpilih, masih ada tahun 2024, dan kalau tidak terpilih menjadi wakil rakyat, masih banyak lapangan pengabdian yang lain. Hidup adalah kesempatan.

5.3.Kepada pimpinan organisasi gereja.

Gereja bergerak dan berjuang sebagai “Garam dan Terang dunia” di dalam masyarakat dan negara; melawan
korupsi, hedonisme, dan kemalasan. Gereja dan orang percaya harus masuk ke masyarakat dan negara untuk
mencegah pembusukan dan membawa pencerahan dalam semua bidang kehidupan; garam tidak berfungsi
kalau diam saja di tempatnya. Kekacauan nilai dalam masyarakat, terutama tentang apa yang baik dan apa yang buruk, membuat bangsa ini berjalan dalam kegelapan; dan sebagai “Terang Dunia”, Gereja dan orang percaya harus masuk ke kegelapan tersebut dan berusaha meneranginya, walaupun sering ditolak.18

Gereja sebagai saksi Tuhan Yesus Kristus menjadi nurani bangsa dan dunia, berjuang bersama berbagai kelompok masyarakat lain untuk kebaikan bersama. Di dalam dunia yang gelap ini, gereja mendidik dan
mengarahkan nurani banyak orang untuk mengenal dan merindukan kehendak Tuhan. Gereja tidak berhak memaksakan kehendak, tetapi Gereja mendapat “kuasa” untuk mendidik masyarakat menjadi lebih cerdas dan berhikmat.

Sesuai dengan pemikiran di atas, kita berharap pimpinan organisasi gereja dapat melihat Pemilu 2019 sebagai peluang untuk tampil sebagai “Garam dan Terang Dunia” dengan memberi pembekalan dan dukungan kepada warga gereja yang telah ditetapkan sebagai calon anggota legislatif. Kita berharap ada perhatian dari
pimpinan organisasi gereja terhadap perjuangan para calon ini; melihat dan merasakan apa yang sedang dihadapi dan dirasakan oleh warga gereja yang sedang menjadi calon pada Pemilu 2019 ini.

Keberhasilan para calon ini juga bisa menjadi keberhasilan kita bersama, tetapi kegagalan mereka bisa memperlihatkan
bagaimana kurangnya kebersamaan kita sebagai persekutuan orang percaya. Setiap hari Minggu kita beribadah bersama, dan biarlah kebersamaaan ini juga berlanjut ke Pemilihan Umum 2019. Ketidak-pedulian pimpinan organisasi gereja terhadap Pemilu 2019, memperlihatkan kekurang-mampuan mereka berperan sebagai warga
gereja sekaligus warganegara Indonesia. Kita adalah bagian dari rakyat Indonesia; kita ikut mendirikan Negara Kesatuan Repblik Indonesia; kita ikut menjadi pemilik Republik ini; dan bersama-sama dengan berbagai komponen bangsa lainnya kita ikut menentukan maju tidaknya bangsa dan negara Indonesia. Ketidak-pedulian
adalah sikap aneh yang harusnya tidak terjadi.

Para calon telah mendapat kepercayaan dari partainya, dan sekarang giliran kita memberi kepercayaan kepada mereka. Sikap saling percaya itu dibutuhkan untuk kemajuan persekutuan orang percaya; walaupun ada juga dari antara para calon ini yang dianggap belum layak untuk menjadi calon, tidak harus membuat kita
menolak semuanya, karena tentu ada dari antara mereka yang layak menjadi angguta legislatif. Kita tidak perlu memberi dukungan kepada semua calon, tetapi juga tidak perlu menolak semuanya; dan untuk ini pimpinan organisasi gereja perlu ikut ambil bagian. Berikan waktu, tenaga dan berbagai sumberdaya lainnya untuk
mendukung para calon yang layak didukung. Pemilihan Umum ini bukan hanya tanggungjawab para calon dan
partai pendukungnya, tetapi menjadi tanggungjawab seluruh anak bangsa, termasuk warganegara yang sedang
menjadi pimpinan organisasi gereja. Pimpinan harus siap kerja lebih keras, lebih peduli dan ringan langkah membantu anggotanya, karena untuk itu mereka dipilih menjadi pemimpin. Pimpinan bukan hanya menerima kewenangan untuk mengatur dan memerintah; pimpinan juga dibebani tanggungjawab untuk menjadi pelopor dalam perjuangan bersama; dan kepemimpinan yang seperti ini belum terasa gregetnya dalam Pemilu 2019 ini.
Saya berharap, pada hari-hari mendatang akan terjadi perubahan pola pikir dan sikap mereka, menjadi lebih peduli dan bertanggungjawab; PGIW DKI Jakarta telah memperlihatkan kepedulian itu, dan sekarang giliran yang lain untuk juga ikut peduli, karena sikap tidak peduli akan terlihat aneh dan tidak rasional. Saya ingin mengingatkan kembali tanggungjawab ini, sebelum akhirnya nanti kita menjadi bahan tertawaan masyarakat luas, dan juga bahan tertawaan kita sendiri. Gunakan waktu yang masih tersedia, sebelum semuanya terlambat

Pada kesempatan ini, saya juga ingin berbicara tentang calon-calon yang bukan Kristen; mereka juga berhak mendapatkan perhatian kita, karena sama seperti kita, mereka juga adalah bagian integral dari rakyat Indonesia; mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air, yang juga ikut menjadi pemilik Republik ini, dan
oleh karena itu juga berhak mendapat perhatian kita; kepada yang layak dan mampu beri kesempatan untuk
terpilih.

Dibagian akhir makalah ini, saya ingin berpesan kepada semua pihak: Selamat Berjuang, Tuhan
Memberkati kita semua.

Daftar Pustaka.

Berkhof, H. dan I.H. Enklaar, 2013, Sejarah Gereja, Jakarta, Penerbit Gunung Mulia.
Dokumen Keesaan Gereja PGI 2014-2019, 2016, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia
Ebenstein, William dkk, 1994, Isme-isme Dewasa ini, Jakarta, Penerbit Erlangga
End, Th.van den, 2013, Ragi Carita 1 dan 2, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia.
Huntington, Samuel P.,1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Penertbit PT Pustaka Utama Grafiti.
McGrath, Alister E, 2006, Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia.
Panjaitan, Merphin, 2013, Logika Demokrasi: Menyongsong Pemilihan Umum 2014, Jakarta, Penerbit
Permata Aksara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya.
Ruck, Anne, 2008, Sejarah Gereja Asia, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia
Stott, John, 2000, Isu-Isu Global, Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Suseno, Frans Magnis, 1991, Etika Politik, Jakarta, Penerbit PT Gramedia.
Toynbee, Arnold, 2004, Sejarah Umat Manusia, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar.
Weber, Max, 1958, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, New York, Charles Scribner’s Sons.

Daftar Catatan Kaki:

1.Dipresentasikan pada 18 Desember 2018 dalam Pendidikan Politik bagi Pimpinan Gereja Angkatan I, yang
diselenggarakan oleh MPH PGIW DKI Jakarta, bertempat di Hotel Mega, Cipayung, Bogor, Jawa Barat.
2.Penulis buku Logika Demokrasi, Peradaban Gotongroyong dan Tuhan Memberkati Indonesia. Oktober 2002 sd
Oktober 2017 dipercaya menjadi penatua di GPIB Pasar Minggu, dan sejak November 2015 dipercaya melayani
sebagai Ketua Komisi Pekabaran Injil di PGIW DKI Jakarta.

3 Para Pekabar Injil dari Eropa datang ke Indonesia, ikut serta dalam kapal-kapal dagang. Dimulai pada akhir abad ke-15
oleh Spanyol dan Portugis, dan kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris, Prancis dll. Tahun 1546-1547 Fransiskus
Xaverius bekerja di Maluku. Tahun 1561 NTT menjadi daerah misi Ordo Dominikan. Tahun 1605 Benteng Portugis di
Ambon diserahkan kepada VOC, dan warga Katolik dijadikan Protestan. Tahun 1666 VOC membangun benteng di
Menado, warga Katolik menjadi Protestan. Tahun 1823 Joseph Kam mengunjungi Maluku Selatan. Tahun 1831
Zending menetap di Minahasa, dan tahun 1836 Zending menetap di Kalimantan. Tahun 1843 sejumlah orang Jawa
dibaptis di GPI Surabaya. Tahun 1845: Mojowarno didirikan. Tahun 1861 babtisan pertama di Tapanuli Selatan. Tahun
1862 Nommensen tiba di Sumatera. Tahun 1865 RMG mulai bekerja di Nias. Tahun 1866 UZV mulai bekerja di Bali
dan Halmahera. Tahun 1890 NZG mulai bekerja di Tanah Karo. Tahun 1901 RMG mulai bekerja di Mentawai. Tahun
1927 Huria Christen Batak, yang kemudian berubah menjadi Huria Kristen Indonesia (HKI) berdiri, 1931 GKJ dan
GKJW mandiri, 1933 KGPM berdiri, 1934 GMIM, GKP, dan GKI Jatim mandiri, 1935 GPM dan GKE mandiri. Juli
1940 HKBP mengadakan “Sinode Kemerdekaan” dan memilih Pendeta K.Sirait menjadi Ephorus yang pertama dari
suku Batak, 1947, GMIT, GKS, GMIST, GT, dan GKST mandiri, dan 1948 pembentukan GPIB. Pada 25 Mei 1950
Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kemudian berubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
(PGI), didirikan.

4.Alister E.McGrath, 2006, Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia, halaman
288-291.
5. Arnold Toynbee, 2004, Sejarah Umat Manusia, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar, halaman 645.
6.Dokumen Keesaan Gereja PGI 2014-2019, 2016, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia, halaman 112,
7.Van den End, 2013, Ragi Carita 2, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia.

8.Robert A. Dahl, 2000, On Democracy, Yale University Press.halaman 11.

9 Pembukaan UUD 1945:
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

10 John Stott, 2000, Isu-isu Global, Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, halaman 46.
11 Samuel P Huntington, 1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Penertbit PT Pustaka Utama Grafiti,halaman
44.

12 Frans Magnis Suseno, 1991, Etika Politik, Jakarta, Penerbit PT Gramedia, halaman 306-307.

13 Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama,
hanya untuk satu kali masa jabatan.
14 Jakob Tobing, 2008, Membangun Jalan Demokrasi, Jakarta, Penerbit Konstitusi Press, halaman 13.
15 Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan asal mula demokrasi sekitar 2500 tahun yang lalu.
Demokratia, demos artinya rakyat,dan kratia artinya pemerintahan:pemerintahan rakyat. Demokrasi pada waktu itu
belum menyertakan perempuan dan budak,tetapi walaupun demikian, sistem pemerintahan ini adalah pengakuan
bersama bahwa laki-laki dewasa dianggap mampu ikut dalam pemerintahan. Rakyat secara bersama-sama mengakui
bahwa semua laki-laki dewasa adalah setara. Fakta sejarah ini, memperlihatkan bahwa sekitar 2500 tahun yang lalu
telah ada tatanan kenegaraan yang berdiri diatas prinsip kesetaraan. Demokrasi bertolak dari asumsi bahwa semua
warganegara dewasa mampu ikut serta mengurus negara, sebagaimana mereka mampu mengurus dirinya sendiri; dan
sebaliknya Oligarki bertolak dari asumsi bahwa hanya sebagian kecil dari warganegara dewasa yang mampu ikut serta
mengurus negara.
16 Manusia purba diperkirakan telah muncul di Indonesia pada kala Plestosen Awal sekitar 1,9 juta tahun lalu, yaitu Pithecanthropus modjokertensis dan Meganthropus palaeojavanicus.

17 William Ebenstein dkk, 1994, , Isme-isme Dewasa ini, Jakarta, Penerbit Erlangga,hal.201.

18 Matius 5:13-16: “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada
lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak
mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas
kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan
orang, supaya mereka yang melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”


*Penulis adalah Penulis buku Logika Demokrasi, Peradaban Gotongroyong dan Tuhan Memberkati Indonesia. Oktober 2002 sd Oktober 2017 dipercaya menjadi penatua di GPIB Pasar Minggu, dan sejak November 2015 dipercaya melayani
sebagai Ketua Komisi Pekabaran Injil di PGIW DKI Jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here