Indonesia-Inggris Kerja Sama Pendanaan Riset Kebencanaan Senilai Rp. 31 Miliar

0
373

Jakarta, Protestantpost.com

 

Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup sering dilanda bencana alam. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sepanjang tahun 2018, terjadi lebih dari 2.564 bencana alam di Indonesia. Bencana alam ini tidak hanya mengakibatkan kerugian materil namun juga menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu Pemerintah menjadikan penelitian di bidang kebencanaan sebagai salah satu program utama, sebagai upaya memetakan, mencari solusi dan mencegah jatuhnya korban akibat bencana alam yang terjadi.

Hal tersebut disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir saat Peluncuran Kerja Sama Riset Kebencanaan Indonesia – Inggris melalui Program Newton Fund di Ruang VIP Lantai 2 Gedung D Kemenristekdikti (7/2). Menteri Nasir meluncurkan program ini bersama Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste, Moazzam Malik.

“Risetnya ini dilakukan Kemenristekdikti yang berkolaborasi dengan UK dengan Newton Fund maupun (dengan dana) dari Indonesia. Setelah itu mengedukasi pada mahasiswa atau masyarakat kampus. Masyarakat kampus inilah yang mengedukasi masyarakat nantinya. Supaya masyarakat paham kita di ring of fire, kita dikatakan negara rawan dilanda bencana, tapi kita harus tahu bencana itu sendiri, bagaimana timbulnya bencana, bagaimana bisa menghindari bencana. Dengan demikian tidak terjadi korban yang berkelanjutan,” ungkap Menteri Nasir.

Menristekdikti mengatakan Kemenristekdikti mengadakan kerja sama dengan Departemen Bisnis, Energi dan Strategi Industri Inggris melalui Newton Fund untuk mendanai penelitian terbaik dalam bidang hidrometeorologi (yang membahas hujan lebat beserta dampaknya). Tiga penelitian terbaik di bidang kebencanaan hidrometeorologi mendapatkan 31 miliar rupiah untuk pendanaan riset dalam jangka waktu tiga tahun. Satu peneliti Indonesia akan berkolaborasi dengan satu peneliti Inggris untuk melakukan penelitian kebencanaan.

Menteri Nasir menambahkan bahwa kerja sama riset kebencanaan dengan skema pendanaan Newton Fund ini berfokus pada bidang bencana hidrometeorologi. Kemenristekdikti dan peneliti Indonesia juga telah menginisiasi kerja sama riset kebencanaan gempa bumi, tsunami, asap, dan bencana alam lainnya dengan negara lain seperti Jepang, Amerika Serikat, Perancis dan negara lainnya.

Dalam kesempatan ini Dubes Inggris berharap melalui skema kerja sama ini peneliti Indonesia dan peneliti Inggris dapat menghasilkan penelitian yang berdampak besar pada penanggulangan bencana banjir.

“Bencana banjir dan longsor tidak hanya mengancam keberlangsungan hidup masyarakat, namun juga perkembangan ekonomi Indonesia. Ilmuwan terbaik Inggris dan Indonesia akan bekerja sama saling belajar agar bisa membuat suatu perubahan besar serta menginspirasi generasi ilmuwan muda berikutnya,” ungkap Duta Besar Inggris Moazzam Malik yang juga fasih dalam menggunakan Bahasa Indonesia.

Dubes Inggris Moazzam Malik juga menyampaikan Inggris bangga dapat berkolaborasi dengan Indonesia dalam mengembangkan penelitian dan inovasi terkait kebencanaan.

“Bidang sains dan riset Inggris menempati posisi kedua dunia, 54 persen hasil penelitiannya masuk ke dalam kategori terbaik dunia. Hasil riset Inggris dikutip lebih banyak, bila dibandingkan dengan hasil riset negara lainnya. 38 persen peraih Nobel memilih untuk bersekolah di Inggris. Saya bangga kami bisa bermitra dengan ilmuwan di Indonesia serta berkontribusi membangun Indonesia yang lebih aman, lebih makmur dan lebih unggul,” ungkap Dubes Moazzam Malik.

Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati menyatakan Kemenristekdikti membuka kesempatan kolaborasi dengan negara lain dalam bidang riset selama mendukung Prioritas Riset Nasional 2020 – 2024 berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 38 Tahun 2018 tentang
Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045.

“Kolaborasi riset ini mendukung Prioritas Riset Nasional 2020 – 2024 dalam manajemen bencana, terutama di bidang kerjasama multisektoral. Kami harap ketiga riset yang dipilih ini akan membangun kekayaan ilmu pengetahuan bidang kebencanaan, dimana kesiapan terhadap ancaman bencana di Indonesia dapat lahir dan berkembang dari penelitian-penelitian ini,” ungkap Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati.

Untuk tahun 2019, Newton Fund di Indonesia akan mendanai tiga judul proposal penelitian yang dipilih dari sekitar 20 proposal, yaitu:

1. Mitigating hydro meteorological hazard impacts through transboundary river management in the Ciliwung River basin yang akan diteliti oleh Harkunti Rahayu (Institut Teknologi Bandung) dan Richard Haigh (University of Huddersfield). Riset ini ditujukan untuk meningkatkan pengelolaan badan sungai Ciliwung dan kepedulian masyarakat terhadap ancaman banjir.

2. Java Flood One, yang diteliti oleh Agus Mochamad Ramdhan (Institut Teknologi Bandung) dan Simon Mathias (Durham University). Hasil riset ini akan meningkatkan prediksi banjir jangka menengah di beberapa pusat kota pulau Jawa, termasuk Jakarta, Bandung dan Surakarta.

3. Extreme rainfall and its effects on flood risk in Indonesia, yang diteliti oleh Suroso (Universitas Jenderal Soedirman) dan Chris Kilsby (Newcastle University). Riset ini ditujukan untuk mengidentifikasi penyebab utama banjir di Indonesia dan strategi-strategi utama yang dapat memitigasi risiko bencana.

“Proses pemilihan tiga penelitian yang didanai dilakukan dengan proses yang terbuka, transparan, dan kompetitif. 23 proposal yang masuk dinilai oleh reviewer dari Indonesia dan Inggris, 10 proposal yang lolos didiskusikan pada panel meeting bulan Agustus 2018, sampai akhirnya diputuskan bersama tiga proposal yang didanai bersama dengan total dana 31 milyar rupiah selama tiga tahun.” pungkas Dimyati.

Peluncuran Kerja Sama Riset Kebencanaan Indonesia – Inggris melalui Program Newton Fund ini dihadiri oleh Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati beserta tiga peneliti Indonesia yang mendapatkan hibah penelitian Newton Fund, yaitu peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) Harkunti Rahayu, peneliti ITB Agus Mochamad Ramdhan, dan peneliti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Suroso.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here