Temuan KPAI tentang Perlindungan Anak Korban Eksploitasi Dan Pekerja Anak Januari-April 2021

0
677

Ket.Foto: Ai Maryati Solihah, M.Si
Komisioner Sub Komisi Perlindungan

 

Temuan KPAI tentang Perlindungan Anak Korban Eksploitasi Dan Pekerja Anak Januari-April 2021

 

Jakarta, Protestantpost.com

Hasil pengawasan perlindungan anak tahun 2020 mengenai anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi mencapai 149 kasus dengan rincian anak korban perdagangan 28 kasus, anak korban prostitusi 29 kasus, anak korban ESKA 23 orang, anak korban pekerja anak 54, anak korban adopsi illegal 11 kasus dan anak menjadi mucikari (terlibat dalam pelaku jaringan TPPO) 4 Kasus. Masalah pekerjaan terburuk anak (PBTA) juga menjadi laporan yang memprihatinkan, seperti meningkatnya anak pemulung, anak yang dilacurkan, pekerjaan anak dijalanan, ART dan anak yang bekerja di sektor pertanian. Masalah krisis pengasuhan keluarga, semakin tingginya penyalahgunaan teknologi berbasis elektronik dan media social hingga anak rentan dimobilisasi, dimanfaatkan dan dieksploitasi secara seksual menjadi sorotan utama KPAI.

Kini sejak bulan Januari sd April 2021, angka TPPO dan Eksploitasi melalui prostitusi pada anak belum menunjukkan penurunan. Dari 35 kasus yang dimonitor KPAI, 83% merupakan kasus prostitusi, 11% eksploitasi ekonomi dan 6% perdagangan anak. Dari kasus-kasus tersebut jumlah korban mencapai 234 anak. Selain itu kasus pekerja anak di pabrik juga terlaporkan ke KPAI, hingga penjualan bayi. Sebut saja beberapa kasus yang mewarnai pemberitaan dan dalam pengawasan KPAI tahun ini :

Di Mojokerto anak-anak dibawah umur dijual melalui modus membuka sewa rumah kos harian, dibantu oleh reseller dibawah umur.

Kasus prostitusi online karena adanya laporan dari masyarakat terkait kegiatan prostitusi disalah satu hotel di Pontianak, terdapat 41 anak di bawah umur yang terlibat prostitusi
Polda Metro Jaya mengungkap Hotel Alona milik artis Cynthiara Alona dijadikan sebagai tempat praktik prostitusi. Modusnya adalah menawarkan anak di bawah umur di media sosial.

Kasus di Tebet Jakarta Selatan, Pelaku menawarkan layanan Booking Out (BO) ke lelaki hidung belang dengan menggunakan aplikasi media social dan ditampung di sebuah Hotel. Terdapat 15 orang yang diamankan yang terdiri dari joki, pelanggan, dan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang melibatkan anak.
Di Kota Bogor, Pelaku berinisial DAP berusia 17 tahun dan tersangka lainnya sebagai penyedia tempat buat PSK menjajakan perempuan dibawah umur melalui jejaring social
Penjualan bayi di Medan terungkap pada Jumat tanggal 12 Februari 2021
Pengawas norma ketenagakerjaan Perempuan dan anak Dinas Ketenagakerjaan Jawa Barat menarik 7 anak yang dipekerjakan di sebuah pabrik rambut palsu di Kab Bogor yang mempekerjakan anak usia 16 sd 17 yang menyalahi aturan ketenagakerjaan.

Dalam penelaahan KPAI atas 35 kasus eksploitasi seksual dan ekonomi serta pekerja anak di Indonesia dalam rentang waktu Januari sd April sebagai berikut :
Profil Anak Korban. Usia anak korban prostitusi disebutkan paling rendah adalah 12 tahun sd 17 tahun 98%, dan sisanya di bawah umur itu artinya di bawah 18 tahun. Sedangkan eksploitasi ekonomi mereka sejak usia 16 sd 17 tahun, dan perdagangan anak merupakan bayi. Hal ini menjadi warning pada peran orang tua bahwa usia rentan anak masuk dan terlibat dalam jaringan prostitusi bukan lagi usia remaja akhir jelang 18 tahun, melainkan fase remaja awal, dengan kapasitas siswa Sekolah Dasar.

Pendidikan Anak. Prosentase status korban yang masuk dalam eksploitasi dan pekerja anak adalah 67% mereka tercatat sebagai siswa yang masih aktif bersekolah dan 33 % mereka putus sekolah. Hal ini menunjukkan pintu kontrol dan pengawasan Pendidikan harus ditingkatkan, baik pencegahan dalam hal edukasi kespro dan internet sehat, serta kuratif adanya monitoring, penjangkauan dan perindungan yang terhubung dengan lokus-lokus penanganan perlindungan anak serta bekerja sama dengan pihak orang tua. KPAI menekankan kepada Kemendikbud untuk mendorong Dinas Pendidikan Provinsi hingga Kota dan Kabupaten untuk pro aktif menjamin tetap terpenuhinya Pendidikan korban.

 

Medium yang digunakan. Melihat trend kasus, medium anak menjadi korban eksploitasi seksual dijelaskan 60 % menggunakan jejaring media social dan 40% secara konvensional didatangkan, diajak dan direkrut secara fisik. Dalam aksinya, pelaku (mucikari/germo) memasang iklan anak, menjajakan layanan hubungan intim disertai harga, diantaranya memanipulasi usia, dan ajakan-ajakan yang sifatnya open booking (istilah prostitusi online) seluruhnya difasilitasi dan berinteraksi menggunakan transaksi elektronik dan aplikasi media social. Hal ini secara efektif memudahkan proses rekruitmen hingga eksekusi yang dilakukan jaringan dalam menyasar anak-anak di bawah umur. Dalam konteks penegakkan hukum KPAI mendorong kepolisian dan unit cyber untuk menindak maraknya cyber crime pada anak, deteksi dini operasi, tindak lanjut dan proses hukum. Kemudian menggunakan aturan perundangan sesuai aturan yang berlaku.

Apa saja medium online yang paling sering digunakan. Para pelaku menggunakan aplikasi Michat 41%, Whatsapp 21%, Facebook 17%, tidak diketahui 17% dan hotel yang dipesan secara virtual nama Reddoorz 4%. Terkait Michat sebagai aplikasi yang banyak disalahgunakan pemerintah diharapkan menaruh perhatian serius dalam mengevaluasi. KPAI mendorong peran Kemkominfo untuk pro aktif pada penyedia aplikasi agar mempersulit penyalahgunaan, dan menindak untuk tidak segan mentakedown serta mencabut izin beroperasi di Indonesia.

Lokasi Kejadian. Presentasi lokasi kejadian yang paling sering digunakan saat ini di hotel-hotel sebanyak 41%, 23% Apartemen masih dijadikan tempat prostitusi, selanjutnya indekos menempati 18% dan di wisma 18 %. Selanjutnya munculnya hotel yang secara virtual menyediakan bisnis perhotelan namun sering kali digunakan untuk kegiatan prostitusi, bahkan dijadikan penampuangan dan prostitusi terhadap anak, hendaknya Kementerian Pariwisata dan keratif menindak termasuk mencabut izin usaha serta diproses secara hukum. Dalam pelibatan Apartemen baik broker ataupun penyewa yang memberikan kemudahan pada pelaku untuk menjadikan tempat prostitusi pada anak, KPAI terus mendorong Kemenpupera dan Pemerintah Daerah berkomitmen, menindak tegas dan memberikan sanksi.

Undang-Undang yang digunakan. Pada kasus prostitusi dan eksploitasi anak Aparat Penegak Hukum, menggunakan peraturan 27% UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak, 25% menggunakan UU No 21/2007 tentang PTPPO, Kemudian 11 % menggunakan UU No 19/2016 tentang ITE dan 10% UU No 17/2016 tentang PA atas revisi kedua UU Perlindungan Anak (pemberatan hukuman), 10% menggunakan KUHAP dan 17% tidak disebutkan secara jelas UU yang dikenakan. Untuk itu KPAI terus memonitor dan mendorong implementasi aturan perundangan terutama UU TPPO yang memberikan daya dorong perlindungan korban melalui rehabilitasi psiko-sosial (anak TIDAK langsung dipulangkan kepada orang tua, namun perlu diasessment dan direhab oleh lembaga berwenang), serta kewajiban pelaku memberikan restitusi terhadap korban. Kemudian UU Perlindungan Anak yang secara komprehenship memberikan perlindungan, rehabilitasi dan efek jera pada pelaku. Untuk itu hendaknya sudah tidak menggunakan KUHAP dalam perkara anak.

Hasil pengawasan 7 pekerja anak di Kab. Bogor. Anak bekerja 8 jam sehari di Pabrik rambut palsu Kabupaten Bogor menjadi temuan bahwa program pemerintah terkait menurunkan pekerja anak dimasa pandemi mendapat banyak tantangan. Peningkatan angka kemiskinan dan banyak orang tua terkena PHK menjadi pemicu anak memilih kerja ketimbang melanjutkan Pendidikan. KPAI menyambut baik program Presiden RI untuk menurunkan angka pekerja anak dengan melakukan pengawasan, mendorong Kemenaker dan KPPPA sebagai leading sector secara komprehenshif.

Hasil koordinasi KPAI dengan para pemangku kepentingan di Jawa Barat dalam pengawasan pekerja anak (1) mendorong adanya sanksi dan pembinaan Perusahaan yang mempekerjakan anak sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku, (2) Mendorong penarikan pekerja anak dengan serta merta memberikan perlindungan jaminan sosial dan akses rehabilitasi psiko-social pada anak. Kolaborasi Kemenaker dengan KPPPA, begitu pula DP3AKB Jabar dengan Disnaker Jabar harus memberikan layanan program sosial kepada 7 anak tersebut , intervensi PPA-PKH dan pemenuhan kebutuhan dasar pekerja anak, selanjutnya mengadvokasi keluarganya dan mencegah anak memasuki pasar kerja sejak dini (3) Mendorong Penanganan pekerja anak berbasis keluarga dan komunitas, berlandaskan pemberdayaan dan kepentingan terbaik bagi anak. Pemberdayaan keluarga tentang edukasi pengasuhan positif, Kesehatan reproduksi, kecakapan hidup, bekerja aman tanpa eksploitasi dan penguatan ekonomi keluarga.

Jakarta 5 Mei 2021

Ai Maryati Solihah, M.Si
Komisioner Sub Komisi Perlindungan Khusus Anak
081219575982

Mengetahui,

Dr Susanto, MA
Ketua KPAI

***

(Hotben)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here