Tidak Ada Hidup Kekristenan Tanpa Salib

0
596

 

 

 

Oleh: Pdt. Stefanus Hadi Prayitno

 

 

 

Peristiwa kematian Tuhan Yesus merupakan hal terpenting dalam kekristenan, karena kematian-Nya sebagai  “jaminan pengampunan dosa-dosa kita”. Yesus mengampuni justru pada saat Ia sedang menderita sengsara tergantung di atas salib. Di saat penderitaan itulah justru Yesus berkata* “Bapa ampunilah mereka.” (Lukas 23:34).

 

Ia minta Bapa mengampuni orang-orang yang menganiaya-Nya. Yesus mengampuni justru di saat Ia paling dikecewakan, karena sekarang Ia tidak sedang berada di antara murid-murid-Nya tetapi ada di antara para penjahat. Sementara orang-orang yang dekat dengan Dia bahkan yang pernah ditolong-Nya telah menyangkali dan meninggalkan-Nya.

 

Pengampunan itu harus lahir dari hati yang menyadari keterbatasan manusia. Yesus sadar manusia itu sifatnya sangat terbatas. Itulah sebabnya Allah menempatkan kita orang percaya di tengah dunia ini supaya kita dapat jadi berkat dan teladan hidup yang benar, Bahwa pengampunan harus lahir dari hati yang dekat dengan Bapa dan mengerti kehendak-Nya.

 

Bagi Yesus, satu-satunya jalan untuk pembebasan dari musuh adalah dengan mencintai musuh, berbuat baik kepada orang-orang yang membenci, dan berdoa bagi mereka yang memberikan perlakuan buruk (Lukas 6:27-28)*.

 

Hukuman salib yang harus ditanggung Yesus dan kematian-Nya merupakan puncak gerakan antikekerasan yang dilancarkan Yesus demi membela rakyat yang ditindas penguasa agama yang berkoalisi-berkonspirasi dengan penguasa politik sezaman-Nya.

 

Salib adalah risiko tertinggi yang harus ditanggung Yesus dalam kesetiaan dan konsistensi-Nya membela rakyat yang dipinggirkan, diperlakukan tidak adil, dan diperas tangan-tangan kotor penguasa agama dan politik zaman itu. Salib adalah konsekuensi logis sikap Yesus dalam kerelaan memberikan pipi kiri kepada sang penampar yang telah menghajar pipi kanan dalam rimba kebuasan manusia.

 

Itulah bentuk perlawanan radikal yang memutus siklus kekerasan dan balas dendam dengan cara membawa perdamaian.

Karena Yesus yang tersalib itu memberi pesan khusus kepada semua umat Kristen, perjalanan umat Kristen dalam mengarungi bahtera kehidupan ini bukanlah tanpa tujuan. Dan bukan pula berakhir dengan penderitaan sekalipun terpenjera oleh penguasa dunia, Penderitaan bukanlah kata akhir, tetapi babak baru dari harapan baru.

 

Ada harapan yang cerah dan dicerahkan oleh iman keparcayaan kepada Yesus. Dengan demikian, hari “Jumat Agung” yang  yang kita rayakan harus diartikan membangkitkan semangat membangun interaksi dan kebersamaan antar manusia. Semangat Jumat Agung itu mengganti pesimisme dengan semangat baru.*

 

Kesejatian hidup adalah hidup yang sejahtera, bukan saja dalam arti material, melainkan juga dalam arti mampu mengungkapkan dirinya sebagai citra Allah dalam membangun relasi dengan Allah, sesama manusia, ciptaan lain dan seluruh alam semesta. *Hidup yang semacam itulah yang hendak dicapai dan pada masa kini masih diperjuangkan dengan susah payah, mengingat masih banyak warga masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.

 

Juga masih banyak orang yang terhalang untuk menyejahterakan hidup mereka. Itulah makna Jumat Agung. Maka harus kita usahakan tindakan konkret yang dilakukan bersama-sama dan bukan sebatas kata-kata saja. Dengan kemampuan masing-masing yang sekali pun berbeda, namun dapat terlibat aktif dalam usaha bersama, berapa pun besarnya keterlibatan itu merupakan sumbangan yang pasti mempunyai arti*.

 

Kita tahu, Yesus mati bukan karena sakit, bukan karena sudah lanjut usia, tapi Ia mati karena menebus dosa kita. Itulah sebabnya sudah sepantasnyalah jika kita setiap jumat Agung merayakannya dan bersyukur kepada Tuhan. Hal mengampuni merupakan ciri khas kekristenan, dan Yesus telah memberikan teladan bagi kita di saat Dia tergantung di atas salib.

 

Yesus tidak meminta Bapa menghukum orang-orang yang telah menyalibkan-Nya, tapi sebaliknya Ia minta kepada Bapa untuk mengampuni mereka. Demikian juga dengan kita, siapapun yang pernah menyakiti, mengecewakan, menghianati kita, hendaknya kita ampuni. Karena pengampunan itu lahir dari hati yang dekat kepada Tuhan dan yang mengerti kehendak-Nya.

 

Salib itu mungkin tantangan hidup, rasa tidak diterima oleh orang lain, disalahpahami, disingkirkan, dikhianati, ditolak, dianggap sepele, dicaci maki, dihina, dipermalukan dan lain-lain.. Salib adalah salib. Dalam cahaya salib Yesus, kita ingin melihat salib kita sendiri. Hanya ketika kita menerima salib itu, Yesus akan mengubah salib kita menjadi salib penebusan, salib yang membawa kita pada firdaus yang membahagiakan.

 

Hanya dengan itu, Hati kita bisa menjadi sebuah Bait Allah, Jiwa kita sebuah Altar, tempat pikiran dan perasaan kita menyatu dalam belas kasih Allah. Itu sebabnya kita berkata, salib bukan merupakan kata akhir. Penderitaan bukan jalan terahir, tetapi melalui salib kita optimisme menoleh ke depan, masih ada pengampunan dan hari-hari baik yang penuh kepastian*.

 

Semoga seluruh umat Kristen bersedia membagikan kasih kepada sesama yang menderita, karena dengan demikian kita dikenal sebagai para murid Kristus. *Kiranya pertobatan kita meruntuhkan benteng pementingan diri, yang selama ini membuat jarak antara kita dengan warga masyarakat pada umumnya*_.

 

Selamat pagi saudaraku, Selamat beraktifitas,Tuhan Yesus memberkati

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here