NKRI Adalah Negara Bangsa Yang Demokratis.

0
198

NKRI Adalah Negara Bangsa Yang Demokratis.

Oleh: Merphin Panjaitan.

Pendahuluan.

Suatu masalah besar yang sedang terjadi di Indonesia sekarang ini; banyak pemikir dan aktivis politik yang menyatakan diri sebagai pendukung NKRI sekaligus memperkuat diskriminasi. Menyatakan diri sebagai pejuang NKRI tetapi rajin memperjuangkan Perda-Perda yang diskriminatif. Menyatakan diri setia kepada NKRI tetapi menjalankan politisasi agama yang diskriminatif, untuk memenangkan suatu jabatan politik, seperti yang terjadi dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Menyatakan sikap berjuang untuk mewujudkan NKRI yang kuat dan masyarakat yang adil merata, tetapi menawarkan politik kilafah yang diskriminatif. Menyatakan diri pendukung NKRI tetapi rajin mengkampanyekan poligami.

Saya pikir ada yang perlu dikoreksi dalam berbagai keanehan ini; ada yang perlu diluruskan; ada yang perlu diperjelas; dan untuk itu kita perlu membuka sejarah perjuangan politik kebangsaan Indonesia, sejarah NKRI. Saya pikir seorang warganegara Indonesia, atau suatu partai politik, tidak bisa menjadi pendukung NKRI sekaligus menjalankan pola pikir dan sikap diskriminatif. Seorang warganegara atau suatu partai politik harus memilih salah satu: NKRI atau Diskriminas, karena NKRI menolak Diskriminasi dan Diskriminasi adalah pembangkangan kepada NKRI.

Negara bangsa adalah suatu negara yang didirikan oleh suatu bangsa; yaitu sekumpulan manusia yang derajatnya sama, memiliki cita-cita yang sama, dan mendiami suatu wilayah tertentu. Bangsa Indonesia adalah persekutuan manusia yang hidup di tanah air Indonesia, yaitu Kepulauan Nusantara. Bangsa Indonesia mendeklarasikan kehadirannya di muka Bumi ini, pada penutupan Kongres Pemuda II, tgl 28 Oktober 1928, di Jakarta, dalam bentuk suatu sumpah, yaitu Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II ini membawa semangat nasionalisme ke tingkat yang lebih tinggi, dan semua utusan yang datang mengucapkan sumpah setia “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia”. Sumpah tersebut berbunyi sebagai berikut: 1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; 2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; 3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Mengakui Dan Menjalankan Kesetaraan Manusia.

Manusia memiliki martabat yang sama, yaitu martabat manusia. Manusia mendapat martabat yang sama ini bukan karena keturunan, tetapi langsung dari Pencipta, sama seperti manusia yang pertama. Kehidupan di masa lampau, waktu jumlah manusia masih sedikit dan kehidupannya masih sederhana, sebelum muncul penguasa-penguasa, nilai kesetaraan berlaku, dan diyakini kebenarannya. Kalau mereka membutuhkan seorang atau beberapa orang pemimpin, mereka akan memilihnya, dan mempercayakan kekuasaan kepada pemimpin tersebut. Pemimpin ini memimpin warga masyarakat dalam menyusun berbagai peraturan yang akan mereka taati bersama-sama. Tetapi dalam perjalanan sejarah selanjutnya, bisa saja pemimpin ini menjadi otoriter dan kemudian mewariskan kekuasaan kepada keturunannya. Dan kalau hal ini berlangsung dalam waktu lama, dari satu generasi ke generasi selanjutnya, terjadilah hirarki sosial, dengan terbentuknya kelas pemerintah dan kelas masyarakat biasa yang harus bersedia diperintah. Logika kesetaraan dibuang untuk waktu yang cukup lama.

Indonesia berjuang mewujudkan kemerdekaannya bertolak dari keyakinan bahwa semua manusia memiliki derajat yang sama. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia menyatakan: Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Pembukaan UUD 1945, dalam alinea pertama menyatakan: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. UUD 1945 pasal 27 ayat (1) menyatakan: Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Semua warganegara Indonesia memiliki martabat, hak dan kewajiban yanga sama. Dan semua manusia di bumi ini, termasuk manusia Indonesia memiliki martabat dan hak-hak yang sama, dan oleh karena itu tidak boleh ada penjajahan manusia terhadap manusia lainnya.

Perjuangan kesetaraan manusia di era modern, dimulai di Barat pada Abad Ke-16. Martin Luther memulainya dengan doktrin Imamat Am Orang Percaya, 1 Petrus 2: 9. Suatu ide yang diterima luas dalam Reformasi adalah bahwa orang Kristen dipanggil untuk melayani Allah di dunia. Ide ini dihubungkan dengan ajaran tentang imamat semua orang percaya, memberi motivasi bagi banyak orang untuk mengabdikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Para reformator menentang pembedaan dalam Abad Pertengahan, antara “yang suci” dan “yang sekuler”. Semua orang Kristen adalah imam dan tugas panggilannya meluas sampai ke kehidupan sehari-hari. Luther mengembangkan ajaran tentang Imamat Am Orang Percaya” dalam risalahnya yang terkenal pada tahun 1520, kepada para Pangeran Bangsa Jerman: Hanyalah isapan jempol belaka, bahwa paus, uskup, imam, dan biarawan disebut tingkatan spiritual, sementara pangeran, raja-raja, tukang dan petani disebut tingkatan temporal. ….. Semua orang Kristen benar-benar dari tingkatan spiritual dan tidak ada perbedaan di antara mereka, kecuali dalam soal jabatan. ……. Kita semua adalah imam-imam yang telah dikuduskan melalui baptisan, seperti yang dikatakan oleh Rasul Petrus dalam I Petrus 2: 9. Luther berpegang teguh, bahwa perbedaan itu murni dalam hal jabatan, bukan status. ……Luther menyatakan bahwa perbedaan ini kosong dan tidak mempunyai arti, suatu rekaan manusia, bukan suatu ketetapan dari Allah. Semua orang Kristen benar-benar dari tingkatan spiritual, dan tidak ada perbedaan di antara mereka, kecuali dalam hal fungsi. Paulus mengatakan dalam I Korintus 12: 12-13, bahwa kita adalah satu tubuh dengan setiap anggota mempunyai fungsinya sendiri, yang melayani saudaranya yang lain. Ini adalah karena kita mempunyai satu baptisan, satu Injil, dan satu iman, dan semua adalah orang Kristen, satu sama lain adalah sama; karena baptisan, Injil, dan iman sendiri membuat kita spiritual dan satu umat Kristen. ……….. Dan dengan demikian berikutnya, tidak ada perbedaan yang benar antara orang awam dan imam, antara pangeran dan uskup, antara mereka yang hidup di dalam biara dan mereka yang hidup di dalam dunia. Satu-satunya perbedaan tidaklah ada kaitannya dengan status, tetapi dengan fungsi dan pekerjaan yang mereka lakukan.

Pada Abad Ke-17 muncul John Locke. Manusia oleh Pencipta dikaruniai akal dan nurani, dan dengan menggunakan akal dan nuraninya manusia berusaha bertahan hidup, melanjutkan keturunan dari generasi ke generasi dengan peradaban yang semakin berkembang. Dan agar tetap hidup dan dapat melanjutkan keturunannya manusia harus hidup bersama dengan manusia lain. Kalau manusia hidup sendiri-sendiri, bangsa manusia akan punah karena tidak dapat melanjutkan keturunan. John Locke dalam bukunya berjudul Two Treatises of Civil Government, antara lain menyatakan: Tujuan persatuan antara pria dan wanita tidak sekadar prokreasi, tetapi juga kelangsungan bangsa manusia, maka persatuan antara pria dan wanita ini harus terus berlangsung, bahkan sesudah prokreasi, selama diperlukan untuk memberi makan dan mendukung anak-anak, yang harus ditopang oleh orang yang melahirkan mereka, sampai saat mereka dapat memisahkan diri dan mencukupi kebutuhan sendiri. Hidup bersama bagi manusia adalah suatu keharusan, demi kelanggengan bangsa manusia dan untuk mengembangkan diri, semakin pintar, semakin cerdas, dan mampu menciptakan peralatan yang dari waktu ke waktu semakin canggih. Hidup bersama dalam persaudaraan adalah bagian dari tanggungjawab asasi manusia. John Locke mengungkapkan pemikirannya tentang kesetaraan manusia dalam keadaan alamiah, sebagai berikut. Manusia sama-sederajat, semua kekuasaan bersifat timbal balik, tidak ada orang yang lebih berkuasa daripada orang lain. Manusia adalah mahluk dari spesies dan peringkat yang sama, menikmati manfaat alam yang sama, dan menggunakan daya kemampuan yang sama.

Pencarian martabat manusia telah berlangsung ribuan tahun; manusia tidak pernah berhenti mencari martabatnya, karena martabat manusia dibutuhkan sebagai sistem nilai bersama dalam interaksi antara manusia, di sepanjang masa dan segala tempat. Martabat manusia melekat pada semua manusia, dan menjadi hak serta tanggungjawab semua manusia untuk menjalankannya, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ukuran dari kemajuan setiap persekutuan manusia ditentukan oleh sejauh mana martabat manusia dipenuhi dalam kehidupan bersama. Bagi manusia hanya ada satu martabat, yakni martabat manusia. Pembedaan derajat manusia, atas dasar apapun harus dilawan, karena bertentangan dengan martabat manusia. Salah satu tokoh yang sukses melawan diskriminasi adalah Pdt. Dr. Martin Luther King Jr. Pembangkangan sipil dilaksanakannya bersama para pengikutnya, dengan tidak mentaati Undang-Undang Segregasi. Pembangkangan sipil (civil disobedience) adalah suatu aksi publik, nonkekerasan, ungkapan nurani dalam kegiatan politik, melanggar hukum, dan bertujuan mewujudkan perubahan undang-undang atau kebijakan Pemerintah. Pembangkangan sipil membela suatu prinsip penting dan dalam sejarah demokrasi mempunyai tempat terhormat. Pembangkangan sipil harus dibedakan dari pelanggaran hukum kriminal, dengan melihat cara dan tujuan politisnya dan dengan melihat kenyataan bahwa mereka yang terlibat tidak berusaha menghindari hukuman atas pelanggarannya. Tujuan pembangkangan sipil biasanya untuk melawan ketidakadilan yang dibuat oleh pejabat publik, agar diadakan perubahan kebijakan publik kearah yang lebih lebih adil. Pembangkangan sipil seyogianya dilakukan dalam kondisi yang luar biasa, dan hanya sebagai langkah terakhir.

Dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia ikut serta beberapa tokoh Kristen, antara lain: Mr. Johannes Latuharhary sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Gubernur Maluku yang pertama; Mr. A.A.Maramis sebagai anggota BPUPKI; dan Dr. G.S.S.J.Ratulangi sebagai anggota PPKI dan Gubernur Sulawesi yang pertama. Pada tanggal 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembukaan UUD 1945 ditetapkan dalam Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, dan dalam sidang tersebut terjadi penghapusan tujuh kata dari draft sila pertama Pancasila, dan hasilnya sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Penghapusan tujuh kata itu adalah usulan para pejuang dari Indonesia Timur, dan banyak yang menyatakan pemimpin mereka adalah S.A.M. Ratulangi.

Perjuangan mewujudkan kesetaraan manusia semakin menguat dan menemukan wujudnya. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, 1948, dengan gamblang antara lain menyatakan: Pasal 1: Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan. Pasal 4: Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang. Pasal 7: Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu. Pasal 10: Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.

Dekrit 5 Juli 1959.

Dalam Sidang Konstituante timbul perbedaan mengenai dasar negara yang akan dituangkan dalam undang- undang dasar pengganti UUD Sementara, dan akibatnya Sidang Konstituante macet. Lembaga negara yang sudah bekerja sejak November 1956 hingga April 1959, belum berhasil menyusun undang-undang dasar yang baru. Oleh karena itu dalam pidato di depan Sidang Konstituante 22 April 1959, Presiden Soekarno menganjurkan agar memberlakukan kembali UUD 1945. Pada 30 Mei 1959 dilakukan pemungutan suara terhadap usul Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Hasilnya ialah setuju 269 suara lawan tidak setuju 199 suara, dan anggota yang hadir 474 orang. Artinya, tidak tercapai dua pertiga suara seperti yang disyaratkan UUDS 1950 pasal 137 ayat (2) yang menyatakan: Undang-Undang Dasar baru berlaku , jika rancangannya telah diterima dengan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara anggota yang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah. Sesuai dengan ketentuan tata tertib Kostituante, diadakan pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terachir dilakukan pada 2 Juni 1959, dan jumlah suara dua pertiga tetap tidak tercapai, dan keesokan harinya, 3 Juni 1959, Konstituante reses dan ternyata untuk selamanya.

Setelah mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh politik, beberapa menteri, dan Pimpinan Angkatan Perang, pada 5 Juli 1959 disusun rumusan yang kemudian dikenal sebagai “Dekrit 5 Juli 1959”. Dekrit ini dibacakan Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 sore, dalam acara yang berlangsung sekitar lima belas menit di halaman Istana Merdeka di Jakarta, dan dihadiri oleh ribuan orang. Inti Dekrit 5 Juli 1959 ialah: 1.Pembubaran Konstituante; 2.UUD 1945 berlaku kembali; dan 3.Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan pembentukan Dewan Pertimbangan Agung. Dalam waktu yang kritis, ketika keadaan negara membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, dan partai-partai politik sebagai keseluruhan tidak berdaya, Presiden Soekarno dan TNI muncul sebagai kekuatan politik yang mengatasi kemacetan itu. Gagalnya upaya kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan rentetan peristiwa politik yang mencapai klimaks dalam bulan Juni 1959, membuat Presiden Soekarno sampai kepada kesimpulan bahwa: “keadaan ketatanegaraan telah membahayakan persatuan dan kesatuan negara, nusa, dan bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur”.

Reformasi Politik 1998.

Reformasi politik di Indonesia adalah perubahan politik dari sistem pemerintahan otoritarian ke sistem pemerintahan demokrasi, dan berlangsung sejak pemerintahan Presiden Habibie. Reformasi Politik telah membawa banyak kemajuan dibidang politik, antara lain: Konstitusi menjamin hak asasi manusia; hak-hak politik dan kebebasan sipil dipenuhi; kebebasan pers dijamin; pemilihan umum berlangsung adil, bebas, kompetitif dan berkala; Presiden, gubernur, bupati, walikota, dan semua anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum; militer mundur dari politik; dan Presiden hanya boleh dipilih satu kali lagi. Sistem Politik Indonesia di era reformasi ini lebih memperkuat prinsip check and balances, yang mencegah dominasi lembaga negara yang satu terhadap yang lain. Reformasi Politik telah mempunyai dasar yang jelas dalam UUD 1945 yang dari tahun 1999 sampai dengan 2002 telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan UUD 1945 telah membawa banyak kemajuan dibidang politik, antara lain: konstitusi menjamin pemenuhan martabat manusia serta hak-hak politik dan kebebasan sipil; kebebasan pers; pemilihan umum yang adil, bebas dan demokratis; Presiden, gubernur, bupati, walikota, dan semua anggota legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum; militer mundur dari politik; dan masa jabatan Presiden dibatasi. Menurut Jakob Tobing, Wakil Ketua PAH III BP MPR (1999 – 2000) dan Ketua PAH I BP MPR (2000 – 2002), setelah Perubahan UUD 1945 Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Kebebasan berpendapat, HAM, supremasi hukum dan sistem politik checks and balances telah dimeteraikan. Ditinjau dari perspektif peradaban, revolusi politik di Indonesia telah berhasil mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka; dan menyelenggarakan suatu negara kebangsaan, yaitu Republik Indonesia yang demokrasi, damai dan stabil; dan kemajuan ini adalah suatu prestasi besar yang belum dapat diwujudkan oleh banyak negara di bumi ini.

Politik Pecah Belah Dan Politisasi Agama.

Dimulai dengan mempertajam perbedaan, seperti perbedaan pakaian, dilanjutkan dengan kobaran kebencian dan permusuhan di antara anak bangsa, diikuti dengan politisai agama yang mengesampingkan kepentingan bersama. Sekarang ini, banyak warga masyarakat yang atas nama agama yang dianutnya, merendahkan warganegara yang berbeda agama. Atas nama demokrasi mencaci maki pihak lain; atas nama kebebasan menyatakan pendapat di depan umum melecehkan pihak lain; dan atas nama agama merendahkan martabat warganegara beragama lain. Tujuan dari gerakan politisasi agama ini adalah mewujudkan Indonesia yang diskriminatif, seperti di masa lampau yang mereka anggap sangat sukses dan berjaya. Banyak dari antara mereka yang memimpikan masa lalu yang berjaya itu terulang kembali sekarang ini. Bagi mereka negara-bangsa bukab warisan mereka, demikian pula dengan demokrasi. Negara-banga dan demokrasi mereka anggap warisa Barat, dan tidak akan pernah bisa membuat mereka berjaya. Mereka belajar sejarah, dan tidak melihat masa depan mereka dalam negara-bangsa yang demokrasi. Pemisahan negara dengan agama mereka tolak habis-habisan; pemimpin negara dari penganut agama lain dianggap melawan kehendak pemuka agama mereka. Dan pemuka agama mereka adalah pemimpin masyarakat, yang harus diajak ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dan semua ini, tidak akan pernah kita terima karena kebijakan seperti itu adalah politik membedakan martabat manusia. Sesuatu yang tidak bisa diterima oleh Manusia Citra Allah.

Sikap permusuhan seperti ini menjadi ancaman terhadap kesatuan dan kelangsungan hidup bangsa. Rasa senasib-sepenanggungan itu sudah lenyap, cita-cita nasional sering dilupakan, digantikan dengan keserakahan yang tidak pernah terpuaskan. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan, sangat membahayakan bagi keutuhan dan kemajuan bangsa. Kita perlu banyak belajar dari para pendidiri bangsa, yang dapat membuat kesepakatan untuk hidup bersama dalam negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, walaupun mempunyai banyak perbedaan. Rakyat Indonesia harus ingat, bahwa semuanya adalah bagian dari satu bangsa yang merasa diri satu, mempunyai cita-cita kebangsaan yang sama, serta mempunyai hak dan tanggungjawab yang sama, di negara ini; dan perbedaan tidak boleh dijadikan alasan untuk bermusuhan.

Politik Kebangsaan Indonesia Harus Dipertahankan.

Pembukaan UUD 1945 memuat istilah bangsa dalam alinea pertama, ketiga dan keempat Dalam alinea pertama:……kemerdekaan ialah hak segala bangsa…..Dalam alinea ketiga:. ……,supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Dan dalam alinea keempat: …Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia…………….., mencerdaskan kehidupan bangsa…….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia…. Berulang-ulang istilah bangsa dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 menunjukkan begitu pentingnya kebangsaan Indonesia dalam kehidupan negara Republik Indonesia. Tetapi kenyataan berkata lain, sampai sekarang sering terjadi permusuhan antara berbagai kelompok masyarakat, baik karena perbedaan suku, agama, golongan, tempat tinggal dan berbagai perbedaan lainnya.

Politik kebangsaan harus terus dipertahankan, karena Republik Indonesia adalah negara–bangsa, dan tidak akan ada masa depan bersama di luar itu. Soekarno, dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menjelaskan panjang lebar tentang dasar kebangsaan, sampai pada kesimpulan bahwa negara Indonesia adalah negara kebangsaan, dan mengajak peserta sidang untuk mendirikan suatu negara kebangsaan Indonesia, dengan semboyan semua buat semua. Bukan buat golongan bangsawan maupun golongan kaya saja, tetapi semua buat semua. Oleh karena itu ia menawarkan dasar pertama ialah dasar kebangsaan. Bangsa Indonesia adalah seluruh manusia-manusia yang tinggal di semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai ke Irian. Dengan mengutip Ernest Renan dan Otto Bauer, Soekarno sampai kepada kesimpulan bahwa bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa diri bersatu, dan timbul karena mempunyai nasib yang sama, menempati satu kesatuan pulau-pulau diantara dua lautan yang besar yaitu Pasifik dan Hindia, dan diantara benua Asia dan Australia.

Ancaman, hambatan dan gangguan terhadap politik kebangsaan Indonesia akan berlangsung lama, dan oleh karena itu dibutuhkan kesabaran serta ketekunan menghadapinya. Walaupun disadari politik kebencian/permusuhan akan merusak persaudaraan kebangsaan Indonesia, tetapi politik ini masih akan berlanjut, karena politisasi agama masih berjalan dan memberi keuntungan terhadap pihak-pihak tertentu. Demokrasi adalah cara sekaligus tujuan; demokrasi harus mampu menghasilkan kemajuan dan kebaikan bersama; kemajuan demokrasi dilihat dari proses dan hasilnya. Saya mencoba menggambarkan proyeksi politik Indonesia tahun 2045, yaitu: demokrasi di Indonesia akan semakin mantap; jumlah partai politik akan berkurang menjadi 2 sd 4 partai dengan pelayanan yang semakin merakyat; para politisi semakin cerdas dengan kinerja politik semakin baik; mekanisme checks and balances semakin mantap; dialog politik dan partisipasi politik masyarakat meningkat kualitasnya; politisasi agama berkurang; anggota TNI dan Polisi memperoleh hak memilih; sentimen premordial di bidang politik berkurang dan pilihan politik lebih berdasarkan prestasi kerja partai politik dan para calon.

Demokrasi berangkat dari asumsi, bahwa semua warganegara dewasa mampu ikut serta mengurus negara, sebagaimana mereka mampu mengurus dirnya sendiri. Dalam negara demokrasi, pemerintahan berlangsung atas persetujuan dari yang diperintah. Penyelenggara negara, khususnya pimpinan eksekutif dan anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum. Rakyat paling mengetahui tentang siapa yang layak menjadi penyelenggara negara. Pemilihan umum yang demokratis adalah pemilihan umum yang bebas, adil, kompetitif, dan berkala. Pemilihan Umum adalah suatu prosedur demokrasi dengan berbagai fungsi yang saling terkait, antara lain: fungsi legitimasi politik, melalui pemilihan umum keabsahan penyelenggara negara ditegakkan, begitu pula kebijakan dan program yang dihasilkannya; fungsi pemilihan/ penentuan penyelenggara negara, baik eksekutif maupan legislatif langsung oleh rakyat siempunya kedaulatan atas negara; fungsi mekanisme sirkulasi elite politik yang berlangsung secara damai; fungsi penjatuhan sanksi politik oleh rakyat kepada penyelenggara negara yang gagal dalam menjalankan tugasnya dengan tidak memilihnya kembali dalam pemilihan umum; fungsi pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka dan massal. Mempelajari fungsi diatas, pemilihan umum sangat strategis dalam penyelenggaraan suatu negara demokrasi. Banyak pakar berpendapat bahwa suatu negara dapat dikatakan demokrasi kalau di negara tersebut dilaksanakan pemilihan umum yang bebas, adil, kompetitif dan berkala. Melalui pemilihan umum demokratis, yang diikuti oleh warganegara dengan kesadaran dan pengetahuan demokrasi yang cukup, baik sebagai calon maupun sebagai pemilih, dapat diharapkan akan terpilih calon yang demokratis, mampu, adil, rendah hati dan melayani.

Didalam setiap Pemilihan Umum, baik Pilpres, Pileg, ataupun Pilkada, sebaiknya yang terpilih adalah para negarawan nasionalis. Mereka ini adalah politisi Indonesia yang dari rekam jejaknya terlihat setia kepada bangsa Indonesia, NKRI, berjuang untuk kepentingan seluruh Rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Tidak diskriminatif, tidak membedakan manusia berdasar suku, agama, ras dan golongan. Negara-bangsa Republik Indonesia adalah negara semua untuk semua; semua bertanggungjawab untuk semua; semua berjuang untuk kebahagiaan semua. Partai politik yang memperoleh suara dan kursi terbanyak hendaknya partai-partai nasional, terbuka; anggotanya berasal dari semua lapisan masyarakat, dari semua agama, dari semua suku, dari semua golongan; dengan aliran politik nasionalis. Partai-partai ini hendaknya menempatkan kepentingan bersama seluruh bangsa di atas kepentingan lainnya. Partai-partai nasional adalah partai-partai yang bertujuan mewujudkan Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dan semua gambaran ini harus terlihat dari rekam jejak partai-partai tersebut; tertulis dalam AD/ART Partai, Program Kerja; dan dalam berbagai dokumen partai lainnya.

Daftar Pustaka.

Cribb, Robert, 2004, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966, Yogyakarta, Penerbit Mata Bangsa.
Hatta, Mohammad, 1976, Kumpulan Karangan, Jakarta, Penerbit Bulan Bintang
Locke, John, Second Treatise.
Lubis, Mochtar, penyunting, 1994, Demokrasi Klasik dan Modern, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
McGrath, Alister E, 2006, Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta, Penerbit PT. BPK Gunung Mulia.
Paine, Thomas, 2000, Daulat Manusia, Jakarta,Yayasan Obor Indonesia.
Panjaitan, Merphin, 2016, Peradaban Gotongroyong, Jakarta, Penerbit Permata Aksara.
Rawls, John, 2006, Teori Keadilan, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar.
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya.
Sejarah Nasional Indonesia, 2010, Penerbit Balai Pustaka.
Soekarno dalam Saafroedin Bahar dkk, penyunting, 1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Jakarta, Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Tobing, Jakob, 2008, Membangun Jalan Demokrasi, Jakarta, Penerbit Konstitusi Press

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here